PENDAHULUAN
Revolusi
teknologi informatika dan komunikasi telah mendorong lahirnya demokratisasi
gelombang ketiga (lihat misalnya pandangan Samuel P. Huntington[1]),
yang pada gilirannya telah mendorong adanya gerakan desentralisasi di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia.
Definisi
tentang desentralisasi yang ditulis oleh para ahli jumlahnya sangat banyak.
Mereka menulis dengan latar belakang politik, pengalaman dan pengaruh bentuk
negara di mana mereka tinggal. Agar diperoleh pandangan konsep yang
kontekstual, di dalam definisi desentralisasi dikemukakan pula menurut berbagai
undang-undang yang pernah digunakan di Indonesia, terutama tiga undang-undang
yang terakhir yakni UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
Daerah, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Alasannya adalah karena para
penyelenggara pemerintahan negara maupun pemerintahan daerah secara kultural
masih sangat dipengaruhi oleh ketiga UU tersebut, terutama UU Nomor 5 Tahun
1974 yang sempat digunakan selama 25 tahun.
Setelah
membahas tentang definisi desentralisasi dari berbagai sudut pandang,
selanjutnya akan dibahas mengenai tujuan desentralisasi serta jenis-jenis
desentralisasi dilihat dari dimensi dan derajadnya.
Melalui
submodul 1, pembaca diharapkan dapat memahami :
1. Pengertian
desentralisasi;
2. Tujuan
desentralisasi;
3. Dimensi
dan derajad desentralisasi.
Kegiatan
Belajar 1
Definisi
Desentralisasi
Perdebatan
mengenai definisi serta ruang lingkup desentralisasi sama serunya seperti
perdebatan tentang definisi demokrasi. Secara etimologis, kata desentralisasi
berasal dari gabungan dua kata “de” dan “sentralisasi”. Kata de berarti gerak
menjauh, gerak memudar, atau melepaskan diri seperti yang digunakan pula dalam
kata de-kolonisasi, de-birokratisasi dan lain sebagainya. Kata sentralisasi
berarti pemusatan kekuasaan di tangan pemerintah pusat. Dengan demikian secara
etimologis, desentralisasi adalah gerakan menjauh atau memudar, melepaskan diri
dari sentralisasi. Dalam Glossary World Bank [2] dikemukakan
bahwa desentralisasi adalah “ A process
of transferring responsibility, authority, and accountability for specific or
broad management functions to lower levels within an organization, system, or
program”. Artinya, desentralisasi
adalah sebuah proses pemindahan tanggung jawab, kewenangan dan akuntabilitas
mengenai fungsi-fungsi manajemen secara khusus ataupun luas kepada aras yang
lebih rendah dalam suatu organisasi, sistem atau program.
Definisi
desentralisasi yang dikemukakan di atas disusun dalam konteks organisasi,
sistem ataupun program, bukan dalam konteks negara. Definisi di atas misalnya
dapat dibandingkan dengan pandangan Litvack
& Seddon[3] yang mengemukakan bahwa
desentralisasi adalah : “ transfer of authority and responsibility
for public function from central to sub-ordinate or quasi-independent government organization or the private sector
“. Definisi desentralisasi dari
Litvack dan Seddon, dipahami dalam konteks hubungan pemerintah yang mewakili
negara dengan entitas lainnya meliputi organisasi pemerintah sub-nasional,
organisasi pemerintah yang semi-bebas serta sektor swasta.
Menurut Rondinelli
& Cheema[4]
dilihat dari sudut pandang kebijakan dan administrasi, desentralisasi dapat
dimaknai sebagai : “transfer
perencanaan, pengambilan keputusan, atau
otoritas administrative dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit -unit administrative
lokal, organisasi semi otonom dan
organisasi parastatal, pemerintahan lokal, atau organisasi nonpemerintah”.
Dalam konteks negara, dibedakan antara
desentralisasi di negara berbentuk federal dengan negara berbentuk kesatuan
(unitaris). Dalam negara berbentuk federal, negara bagian atau provinsi dapat
ada lebih dahulu dibanding negara federalnya, sehingga sumber kekuasaan justru
berada di negara bagian atau provinsinya. Pemerintah federal tidak boleh
mencampuri urusan negara bagian atau provinsi kecuali yang telah ditetapkan
dalam konstitusi negara federal. Dengan demikian isi urusan pemerintahan negara
bagian lebih luas dibandingkan isi urusan pemerintahan negara federalnya.
Urusan pemerintahan yang ditangani oleh pemerintah negara federal adalah urusan
moneter, fiskal nasional, politik luar negeri, peradilan tinggi, pertahanan,
keamanan nasional, teknologi tinggi. Selebihnya menjadi urusan pemerintahan
negara bagian atau provinsi.
Gambar
1.1. Hubungan Sumber Kekuasan
Pemerintahan Antara
Pemerintah
Federal dengan Pemerintah Negara Bagian
atau Provinsi Dalam Negara Berbentuk Federal
Pada negara
berbentuk kesatuan atau unitaris, pemerintah pusat dibentuk terlebih dahulu,
kemudian pemerintah pusat mentransfer sebagian kekuasaannya kepada organisasi
pemerintah subnasional, organisasi semi-otonom maupun organisasi nonpemerintah
untuk mengelola sebagian fungsi-fungsi publik.
Dari
penjelasan di atas dapat dimaknai bahwa dalam negara unitaris, sumber
kewenangan yang ditransfer kepada daerah otonom berasal dari pemerintah pusat.
Dalam
beberapa hal desentralisasi dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih
luwes. Dengan kata lain, desentralisiasi memberi dukungan yang lebih
konstruktif dalam pengembilan keputusan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Douglas Mc. Gregor[5]
yang mengatakan bahwa : “ Jika kita dapat menekan pengambilan keputusan dalam
organisasi ke tingkat yang lebih rendah, maka kita akan cenderung memperoleh
keputusan-keputusan yang lebih baik”.
Lebih lanjut Douglas
Mc. Gregor (dalam Pamudji, 1984:3 [6]) menekankan bahwa : ‘Desentralisasi
bukan saja akan memperbaiki kualitas dan keputusan-keputusan yang diambil
tetapi juga akan dapat memperbaiki kualitas dari pada pengambilan keputusan. Dalam
hubungan ini pakar tersebut menyimpulkan bahwa “People tend to grow and develop more rapidly and they are motivated
more effectively” jika wewenang keputusan didesentralisasikan.
Pernyataan-pernyataan
pakar tersebut mendorong perlunya asas desentralisasi diterapkan kedalam setiap
organisasi yang besar. Dengan pengambilan keputusan pada tingkat bawah
organisasi dipandang sebagai jalan terbaik untuk melahirkan keputusan-keputusan
yang lebih sesuai dengan kepentingan organisasi.
Desentralisiasi
pada hakekatnya merupakan konsep yang lahir setelah sentralisasi mencapai
wujudnya. Kenyataan ini sejalan dengan pendapat Paul Appleby (dalam Pamudji,[7] 1984 : 5 ) yang mengatakan
bahwa : “it is imposible to decentralize
until administrative power has been centralized”.
Kenyataan
ini menunjukkan bahwa konsep desentralisasi tetap berlandaskan pada The Philosophy of Superiors sehingga
menurut Pamudji (1984 : 5) bahwa “Desentralisasi akan berhubungan dengan
permasalahan tentang sejauh mana top manajemen percaya pada organisasi
bawahannya, betapapun desentralisasi dibutuhkan dalam proses administrasi namun
tetap merupakan sesuatu yang bermula dan sekaligus bertumpu pada kemauan
politik dari top manajemen. Desentralisasi juga adalah cara atau sistem untuk
mewujudkan asas demokrasi, yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut
serta dalam pemerintahan negara.
Pada
hakekatnya secara prosesual desentralisasi berawal dengan pembentukan Daerah
Otonom, dan perwujudannya di tingkat daerah ialah Otonomi Daerah. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bhenyamin Hoessein[8] bahwa : Desentralisasi
adalah pembentukan daerah otonom dan atau penyerahan wewenang tertentu
kepadanya oleh pemerintah pusat. Dengan demikian konsep desentralisasi
sesungguhnya mengandung dua pengertian yaitu : 1) Desentralisasi itu adalah
pembentukan daerah otonom yang sekaligus diberikan wewenang tertentu kepadanya
untuk diatur dan diurus sendiri. 2) Desentralisasi dapat juga berarti sebagai
penyerahan wewenang tambahan kepada daerah otonom yang telah terbentuk.
(Bhenyamin Hoessein,
Definisi tentang
desentralisasi yang dikemukakan oleh para pakar selama ini didasarkan pada
sudut pandang yang berbeda-beda sehingga sulit untuk diambil defenisi yang
paling tepat dan relevan. Walaupun demikian, perlu diketengahkan beberapa
batasan yang diajukan oleh para pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan
dalam upaya menemukan pengertian mendasar tentang desentralisasi dan otonomi
daerah. Handbook of Public Administration
yang diterbitkan oleh PBB [9](United Nations, 1961 : 64). menyebutkan bentuk-bentuk
desentralisasi sebagai: The two principal
forms of decentralization of governmental power and functions are
deconcentration to area offices of administration and devolution to state and
local authorities. (Kedua bentuk yang paling pokok dari desentralisasi
kekuasaan pemerintah dan fungsi-fungsinya adalah dekonsentrasi pemerintahan
wilayah dan devolusi (pelimpahan kekuasaan) pada kewenangan-kewenangan
pemerintah daerah.
Area offices administration adalah suatu perangkat wilayah yang berada di daerah. Kepada
pejabatnya oleh departemen pusat dilimpahkan wewenang dan tanggung jawab bidang
tertentu yang bertindak sebagai perwakilan departemen pusat untuk melaksanakan
fungsi bidang tertentu yang bersifat administrative tanpa menerima pelimpahan
kewenangan secara penuh (final authority).
Pertanggungjawaban akhir tetap berada pada departemen pusat. Dikemukakan bawha “the arrangement is administrative in nature
and implies no transfer of final authority from the ministry, whose
responsibility continues” ( Pengaturannya itu hanya bersifat administratif,
dan implikasinya bukan penyerahan kewenangan penuhn, tetapi pertanggungjawaban
akhir tetap pada pemerintah pusat [10](United Nations, 1961:64). Hal ini berbeda dengan devolution, dimana
sebagian kewenangan yang diserahkan kepada badan politik di deaerah itu
merupakan kewenangan penuh untuk mengambil keputusan, baik secara politik
maupun secara administrative. Sifatnya adalah penyerahan nyata yang berupa
fungsi dan kewenangan, bukan hanya sekedar pelimpahan. Ditegaskan bahwa “this type of arrangement has a political as
well as an administrative character”.[11]
Selain berdasarkan pandangan para pakat, perlu pula
dikemukakan pengertian desentralisasi menurut peraturan perundang-undangan
tentang pemerintahan daerah di Indonesia yang pernah menjadi hokum positif pada
jamannya. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, Pasal 1 huruf (b) dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan desentralisasi adalah “ penyerahan urusan pemerintahan
dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah untuk menjadi urusan
rumah tangganya”. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa UU ini menganut
paham penyerahan urusan pemerintahan (transfer
of functions), serta desentralisasi yang dilakukan secara bertingkat.
Tetapi UU ini tidak pernah memberikan definisi yang jelas mengenai apa yang
dimaksud dengan urusan pemerintahan.
Berbeda dengan UU
Nomor 5 Tahun 1974, UU Nomor 22 Tahun 1999 yang lahir sebagai buah gerakan
reformasi tahun 1977 telah memberikan definisi yang berbeda mengenai
desentralisasi. Pada Pasal 1 huruf (e) dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
desentralisasi adalah “penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU ini
menganut paham penyerahan wewenang pemerintahan (transfer of authority).
UU Nomor 22 Tahun 1999 ternyata tidak berusia panjang karena
isinya penuh dengan kontroversi. Lima tahun kemudian UU ini diganti dengan UU
Nomor 32 Tahun 2004, yang pada Pasal 1 butir nomor (7) memberikan definisi
tentang desentralisasi sebagai “ penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. UU ini menggunakan paham
penyerahan wewenangn pemerintahan (transfer
of authority) untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan. Tetapi UU
ini juga tidak memberikan definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan
urusan pemerintahan. Definisi yang jelas mengenai urusan pemerintahan baru
dimuat dalam Pasal 1 butir nomor (5) PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota. Urusan pemerintahan adalah “ fungsi-fungsi
pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi
kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat”.
Kegiatan Belajar 2
Tujuan Desentralisasi
Selama beberapa dekade terakhir terdapat
minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan
dunia ketiga. Banyak negara bahkan telah melakukan perubahan struktur
organisasi pemerintahan ke arah desentralisasi. Minat terhadap desentralisasi
ini juga senada dengan kepentingan yang semakin besar dari berbagai badan
pembangunan internasional (Conyers,[12]
1983 : 97). Kini desentralisasi telah tampil universal dan diakomodasi dalam
berbagai pandangan yang berbeda. Untuk memahami keberadaan dan arti penting
local government sebagai konsekuensi desentralisasi ini maka sebaiknya perlu disimak
perkembangan teoritis dari berbagai perspektif yang ada dalam memandang local
government sebagaimana dipaparkan oleh Smith [13](1985,
18-45). Terdapat tiga perspektif dalam melihat desentralisasi, yakni liberal
democracy, economic interpretation, dan marxist interpretation.
Dalam pandangan demokrasi liberal, local government membawa dua manfaat
pokok. Pertama, ia memberikan kontribusi positif bagi perkembangan demokrasi
nasional karena local government itu
mampu menjadi sarana bagi pendidikan politik rakyat, dan memberikan pelatihan
bagi kepemimpinan politik, serta mendukung penciptaan stabilitas politik. Lebih
jelas lagi, Hoessein [14](2000)
menambahkan bahwa dalam konsep otonomi terkandung kebebasan untuk berprakarsa
untuk mengambil keputusan atas dasar aspirasi masyarakat yang memiliki status
demikian tanpa kontrol langsung oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu
kaitannya dengan demokrasi sangat erat.
Kedua, local
government mampu memberikan manfaat bagi masyarakat setempat (locality). Sebagaimana diingatkan oleh
Hoessein [15](2001a)
bahwa local government dan local autonomy tidak dicerna sebagai
daerah atau pemerintah daerah tetapi merupakan masyarakat setempat. Urusan dan
kepentingan yang menjadi perhatian keduanya bersifat lokalitas karena basis
politiknya adalah lokalitas tersebut bukan bangsa. Makna lokalitas ini juga
tercermin dalam berbagai istilah di berbagai negara yang merujuk pada maksud
yang sama. Commune di Perancis, Gemeinde di Jerman, Gementee di Belanda, dan Municipio
di Spanyol yang kemudian menyerupai Municipality
di Amerika Serikat (Norton[16],
1997: 23-24).
Manfaat bagi masyarakat setempat ini adalah
adanya political equality,
accountability, dan responsiveness. Sementara itu, dalam pandangan yang senada
Antoft & Novack [17](1998:
155-159) juga mengungkapkan manfaat dari local
government ini dalam beberapa hal, yakni : accountability, accessibility,
responsiveness, opportunity for experimentation, public choice, spread of
power, dan democratic values. Dalam interpretasi ekonomi (baca pula
Stoker, [18]1991:
238-242, mengenai public choice theory),
desentralisasi merupakan medium penting dalam meningkatkan kesejahteraan
pribadi melalui pilihan publik. Menurut perspektif ini, individu-individu
diasumsikan akan memilih tempat tinggalnya dengan membandingkan berbagai paket
pelayanan dan pajak yang ditawarkan oleh berbagai kota yang berbeda. Individu
yang rasional akan memilih tempat tinggal yang akan memberikan pilihan paket
yang terbaik. Sedangkan Campo dan Sundaram[19]
mengemukakan bahwa desentralisasi penting untuk kestabilan politik (political
stability), keefektifan pemberian pelayanan public (effective
service delivery), pengurangan kemiskinan (poverty reduction), dan
menciptakan keadilan atau kesetaraan (equity).
Manfaat yang bisa dipetik dari local
government dalam perspektif ini meliputi: pertama, adanya daya tanggap publik
terhadap preferensi individual (public
responsiveness to individual preferences). Barang dan pelayanan publik yang
ditawarkan oleh pemerintah daerah, tidak seperti swasta, akan dinikmati oleh
seluruh penduduk yang relevan, sehingga konsumsi oleh satu penduduk tidak akan
mengurangi jatah penduduk yang lain.
Pemerintah daerah juga akan menjamin
keterjangkauan biaya penyediaan barang dan pelayanan publik, yang apabila
diberikan oleh swasta akan menjadi tidak efektif Selain itu, local government
juga memberikan cara agar preferensi penduduk dapat dikomunikasikan melalui
pemilihan dan prosedur politik lainnya.
Kedua, local government memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan
akan barang-barang publik (the demand for
public goods). ‘Demand’ dalam preferensi pasar swasta lebih mudah diketahui
melalui kemauan untuk membayar, akan tetapi dalam politik, ia sulit
diidentifikasi karena relasi yang rumit antara barang, harga, pajak, pemilihan
dan preferensi politik, partisipasi, dan kepemimpinan.
Desentralisasi mampu mengurangi persoalan
ini dengan meningkatkan jumlah unit-unit pemerintahan dan derajat spesialisasi
fungsinya sehingga meningkatkan kemampuan pemerintah dalam memenuhi permintaan
publik. Ketiga, desentralisasi mampu memberikan kepuasan yang lebih baik dalam
menyediakan penawaran barang-barang publik (the
supply of public goods). Terdapat banyak persoalan jika penyediaan
pelayanan dan barang publik diselenggarakan tersentralisasi. Semakin besar
organisasinya maka semakin besar pula kecenderungannya untuk memberikan
pelayanan. Semakin monopolistik pemerintah maka semakin kecil insentif dan
inovatifnya. Berdasar pada teori, yurisdiksi terfragmentasi akan lebih
memberikan kepuasan kepada konsumen daripada kewenangan yang terkonsolidasi.
Desentralisasi akan memberikan peluang antar yurisdiksi yang berbeda untuk
bersaing dalam memberikan kepuasan kepada publik atas penyediaan barang dan layanannya.
Interpretasi Marxist tampaknya masih cenderung melihat negara sebagai satu
kesatuan dan tidak perlu dipisah-pisah antar wilayah geografis.
Terdapat beberapa penjelasan yang melandasi
ketidakberpihakan pandangan marxist terhadap desentralisasi. Pertama, pandangan ini melihat bahwa
pembagian wilayah dalam konteks desentralisasi hanya akan menciptakan kondisi
terjadinya akumulasi modal sehingga memunculkan kembali kaum kapitalis. Kedua, desentralisasi juga akan
mempengaruhi konsumsi kolektif sehingga akan dipolitisasi. Konsumsi kolektif
dimaksudkan untuk memberikan pelayanan atas dasar kepentingan semua kelas.
Desentralisasi hanya akan menghasilkan ketidak-adilan baru dalam konsumsi
kolektif antar wilayah. Ketiga,
meskipun demokrasi pada dasarnya akan menempatkan mayoritas dalam pemerintahan
daerah (yang berarti seharusnya kelas pekerja yang mendominasi, tetapi ada
banyak cara yang bisa dilakukan oleh kaum kapitalis untuk menghalang-halangi
munculnya kelas pekerja dalam pemerintahan. Lembaga-lembaga perwakilan dalam
pemerintahan daerah tetap merupakan simbol demokrasi liberal dan tetap akan
dikuasai oleh kaum kapitalis. Keempat,
dalam kaitannya dengan hubungan antar pemerintahan, maka pemerintah daerah
hanya menjadi kepanjangan aparat pemerintah pusat untuk menjaga kepentingan
monopoli kapital. Dalam bidang perencanaan, desentralisasi juga tidak akan
pernah menguntungkan daerah-daerah pinggiran dan membiarkannya dengan
melindungi daerah kapitalis. Desentralisasi juga menghindarkan redistribusi
keuangan dan pajak dari daerah kaya ke daerah miskin. Desentralisasi hanya akan
menghilangkan tanggung jawab kaum borjuis terhadap daerah-daerah yang tertekan.
Kelima, terdapat berbagai rintangan
mengenai bagaimana demokrasi lokal akan berjalan dalam suasana desentralisasi.
Rintangan ini mencakup aspek ekologis, politik, dan ekonomi yang menyebabkan
demokrasi di tingkat lokal hanya akan mengalami kegagalan. Menurut pandangan
Marxist semua ini hanya akan dapat ditanggulangi oleh sentralisasi yang
bertujuan untuk redistnbusi dan keadilan.
Berdasarkan berbagai pandangan para pakar
sebagaimana dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa desentralisasi
mempunyai tiga tujuan yakni tujuan politik, tujuan administrasi serta tujuan
sosial ekonomi. Pertama, tujuan
politik, yakni untuk menciptakan infrastruktur dan suprastruktur politik yang
lebih demokratis, sehingga semakin banyak rakyat sebagai pemilik kedaulatan
ikut terlibat dalam proses perumusan, pelaksanaan, serta evaluasi kebijakan
publik yang dibuat oleh pejabat publik – baik yang diangkat maupun yang
dipilih. Melalui cara ini, maka hakekat desentralisasi yakni menyelesaikan masalah setempat- oleh orang
setempat – dengan cara setempat, dapat terwujud.
Kedua,
tujuan administrasi, yakni menciptakan bangunan
birokrasi dan sistem pemerintahan yang dapat memberikan pelayanan lebih cepat,
murah, mudah serta menjalankan sistemnya secara lebih efektif, efisien,
“equity”( adil/setara) dan “economic”(mampu mengungkit potensi ekonomi masyarakat
menjadi kekuatan yang nyata) ( Nilai 4E).
Ketiga, tujuan sosial ekonomi, yakni
mampu membuat rakyat lebih sejahtera lahir dan batin, serta mampu memupuk modal
sosial sehingga masyarakat memiliki ketahanan sosial yang tinggi, ditandai
dengan tingkat konflik yang rendah.
Kegiatan Belajar 3
Dimensi Desentralisasi
Dalam kepustakaan Amerika Serikat, Harold F.
Alderfer [20](1964
: 176) mengungkapkan bahwa terdapat dua prinsip umum dalam membedakan bagaimana
pemerintah pusat mengalokasikan kekuasaannya ke bawah. Pertama, dalam bentuk deconcentration yang semata-mata menyusun
unit administrasi atau field stations,
baik itu tunggal ataupun ada dalam hirarki, baik itu terpisah maupun tergabung,
dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka kerjakan atau bagaimana
mengerjakannya. Tidak ada kebijakan yang dibuat di tingkat lokal serta tidak
ada keputusan fundamental yang diambil. Badan-badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya, sementara pejabat
lokal merupakan bawahan sepenuhnya dan mereka hanya menjalankan perintah. Kedua, dalam bentuk desentralisasi, dimana
unit-unit lokal ditetapkan dengan kekuasaan tertentu atas bidang tugas
tertentu. Mereka dapat menjalankan penilaian, inisiatif dan pemerintahannya
sendiri.
Selain itu dalam khazanah Inggris, desentralisasi dapat dimengerti dalam dua jenis yang berbeda menurut Conyers[21] (1983 : 102) yang mendasarkan pada berbagai literatur berbahasa Inggris, yakni devolution yang menunjuk pada kewenangan politik yang ditetapkan secara legal dan dipilih secara lokal; dan deconcentration yang menunjuk pada kewenangan administratif yang diberikan pada perwakilan badan-badan pemerintah pusat.
Selain itu dalam khazanah Inggris, desentralisasi dapat dimengerti dalam dua jenis yang berbeda menurut Conyers[21] (1983 : 102) yang mendasarkan pada berbagai literatur berbahasa Inggris, yakni devolution yang menunjuk pada kewenangan politik yang ditetapkan secara legal dan dipilih secara lokal; dan deconcentration yang menunjuk pada kewenangan administratif yang diberikan pada perwakilan badan-badan pemerintah pusat.
Bagaimana Conyers[22]
(1986 : 89) membagi jenis desentralisasi ini dan untuk menentukan suatu negara
berdasar pada jenis yang mana tampaknya didasarkan pada beberapa pertimbangan
aktivitas fungsional dari kewenangan yang ditransfer, jenis kewenangan atau
kekuasaan yang ditransfer pada setiap aktivitas fungsional, tingkatan atau area
kewenangan yang ditransfer, kewenangan atas individu, organisasi, atau badan
yang ditransfer pada setiap tingkatan, dan kewenangan ditransfer dengan cara legal
ataukah administratif.
Tampaknya apa yang dimaksud decentralization menurut Alderfer
menyerupai dengan apa yang disebut sebagai devolution menurut Conyers.
Sementara istilah deconcentration yang mereka berdua pergunakan juga menunjuk
pada kondisi yang sama.
Pada sisi lain, Campo dan Sundaram[23]
membedakan antara dimensi desentralisasi (dimension
of decentralization) dan derajat desentralisasi (degrees of decentralization).
Dimensi desentralisasi mencakup geografi, fungsional,
politik/administrative, serta fiskal. Sedangkan dilihat derajatnya,
desentralisasi mencakup dekonsentrasi, delegasi, dan devolusi.
Selanjutnya Rondinelli dan kawan-kawan mengungkapkan jenis desentralisasi secara lebih
luas (dalam Meenakshisundaram, [24]1999:
55-56), yakni mencakup : deconcentration (penyerahan sejumlah
kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada tingkatan yang lebih rendah
dalam kementerian atau badan pemerintah), delegation (perpindahan tanggung
jawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi di luar struktur birokrasi
reguler dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh pemerintah pusat), devolution
(pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintahan sub-nasional dengan aktivitas
yang secara substansial berada di luar kontrol pemerintah pusat), dan privatization
(memberikan semua tanggung jawab atas ftmgsi-fungsi kepada organisasi
non pemerintah atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah).
Rondinelli, McCullough, & Johnson [25](1989)
sendiri bahkan mengungkapkan bahwa bentuk desentralisasi ada lima macam, yakni privatization,
deregulation of private service provision, devolution to local government,
delegation to public enterprtses or publicly regulated private enterprises, and
deconcentration of central government bureaucracy. Pengertian
desentralisasi tersebut menyerupai jenis desentralisasi yang diungkapkan oleh
Cohen & Peterson [26](1999)
yang terbagi dalam deconcentration,
devolution, dan delegation (yang mencakup pula privatization). Jika semula privatisasi berdiri sendiri, kini Cohen
dan Peterson justru memasukkannya sebagai bagian dari delegasi. Pembedaan ini
didasarkan pada enam pendekatan, yakni : pembedaan berdasar asal mula sejarah,
berdasarkan hirarki dan fungsi, berdasarkan masalah yang diatasi dan nilai dari
para investigatornya, berdasar pola struktur dan fungsi administrasi, berdasar
pada pengalaman negara tertentu, dan yang terakhir berdasar pada berbagai
tujuan politik, spasial, pasar, dan administrasi.
Hoessein [27](2001b)
mengungkapkan bahwa devolution dalam khazanah Inggris tersebut merupakan
padanan kata political decentralization dalam pustaka Amerika Serikat dan
staatskundige decentralisatie dalam pustaka Belanda. Sementara deconcentration
dalam khazanah Inggris merupakan padanan dari administrattve decentralization
dalam pustaka Amerika Serikat dan ambtelyke atau administratieve
decentralisatie dalam khazanah Belanda. Dari perspektif pemerintahan Indonesia, devolution merupakan padanan dari desentralisasi, deconcentration merupakan padanan dari dekonsentrasi, dan delegation adalah padanan dari desentralisasi fungsional.
decentralisatie dalam khazanah Belanda. Dari perspektif pemerintahan Indonesia, devolution merupakan padanan dari desentralisasi, deconcentration merupakan padanan dari dekonsentrasi, dan delegation adalah padanan dari desentralisasi fungsional.
Selain itu, dalam perkembangan sejarah
pemerintahan daerah di Indonesia, mulai dari masa Hindia Belanda sampai
Indonesia modern telah dikenal pula beberapa jenis desentralisasi dalam arti
luas. Selain desentralisasi dalam arti sempit (devolution, political
decentralization) dan dekonsentrasi yang telah banyak diulas di atas, dikenal
pula jenis mede bewind dan vrij bestuur(Sinjal,[28]
2001). Mede bewind biasanya diartikan sebagai tugas pembantuan yang berarti hak
menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau daerah tingkat
atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu (The Liang Gie,[29]
1965 : 112). Rohdewohld [30](1995:
55) mengungkapkan makna yang hampir sama tentang mede bewind namun dengan
bahasa yang berbeda sebagai fungsi tertentu yang berada di bawah yurisdiksi
pemerintah pusat yang dijalankan oleh unit administrasi pemerintah daerah
otonom atas perintah pemerintah pusat. Pemerintah pusat tetap mempertahankan
yurisdiksinya dalam hal perencanaan dan pendanaannya. Vrij bestuur dapat
diartikan kalau ada keragu-raguan tentang siapa yang berwenang terhadap suatu
masalah maka daerah terdekatlah yang mengambil wewenang itu (Sinjal,[31]
2001). Dasar pemikiran timbulnya vrij bestuur ini adalah karena kewenangan
dapat dirinci satu per satu, tetapi tidak ada satu pun undang-undang yang mampu
memprediksi masalah-masalah kemasyarakatan yang berkembang sangat dinamis
sehingga bila ada kevakuman kewenangan penanganan masalah tertentu maka dengan
azas vrij bestuur ini diharapkan ada kepastian jalan keluamya segera.
Kegiatan Belajar 4
Derajat Desentralisasi
Perdebatan
teoritis tentang konsep desentralisasi akhirnya sampai juga kepada perdebatan
tentang derajat desentralisasi yang dewasa ini telah merambah kedalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan di berbagai belahan dunia. Kini wujudnya berupa
bentuk pro dan kotra terhadap kebijakan desentralisasi pemerintahan. Tetapi
gerakan desentralisasi justru semakin meluas dan ekstensif termasuk di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pertanyaannya kemudian adalah bagimana mengukur
derajat desentralisasi itu sehingga dapat mengetahui derajat desentraliasi
sistem pemerintahan suatu negara.
Bukan
suatu hal mudah memang untuk menentukan apakah suatu negara lebih
desentralisasi dibandingkan dengan negara lainnya karena memang ada tiga
persoalan teoritis seperti diungkap James Fesler (1965) sebagaimana dikutip
Smith[32]
(1985;84), dalam menentukan derajat desentralisasi. Persoalan tersebut adalah :
pertama, persoalan bahasa ketika
istilah setralisasi dan desentralisasi telah mendikotomi pikiran kita; kedua, persoalan pengukuran dan
kelemahan indeks desentralisasi; ketiga,
persoalan membedakan desentralisasi antar wilayah dari suatu negara. Tetapi
tampaknya derajat desentralisasi tetap dapat disusun berdasarkan faktor-faktor
tertentu meskipun masih mengandung perdebatan.
Faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan dalam menyusun derajat desentralisasi dikemukakan
oleh Khairul Muluk[33]
(2009, 24 – 25) dengan mengemukakan; pertama,
derajat desentralisasi dapat dilihat dari fungsi atau urusan yang dijalankan
oleh pememrintah daerah. Semakin banyak fungsi yang didesentralisasikan maka
semakin tinggi pula derajat desentralisasinya. Kedua, adalah jenis pendelegasian fungsi, ada dua jenis
pendelegasian fungsi yakni; open-end
arrangement atau general competence
dan ultra-vires doctrine. Jika suatu
pemerintah daerah memiliki fungsi atas tipe pendelegasian general competence maka dapat dianggap derajat desentralisasinya
lebih besar. Ketiga, adalah jenis
kontrol pemerintah pusat atas pemerintah daerah. Kontrol represif derajat
desentralisasinya lebih besar ketimbang kontrol yang bersifat preventif.
Faktor
yang keempat, adalah berkaitan dengan
keuangan daerah yang menyangkut sejauh mana adanya desentralisasi pengambilan
keputusan baik tentang penerimaan maupun pengeluaran pemerintah daerah. Kelima, adalah tentang metode
pembentukan pemerintahan daerah. Derajat desentralisasi akan lebih tinggi jika
sumber otoritas daerah berasal dari ketetapan legislatif ketimbang
pendelegasian dari eksekutif. Keenam,
adalah derajat ketergantungan finasial pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat. semain besar presentasi bantuan pemerintah pusat dibandingkan pendapatan
asli daerah (PAD) maka semakin besar ketergantungan daerah tersebut secara
finasil terhadap pusat. ini berari bahwa derajat desentralisasinya lebih
rendah. Ketujuh, adalah besarnya
wilayah pemerintahan daerah. Ada anggapan bahwa semakin luas wilayahnya maka
semakin besar derajat desentralisanya karena pemerintah daerah lebih dapat
mengatasi persoalan dominasi pusat atas daerah. Namun demikian, hubungan antara
besaran wilayah de ngan kontrol yang masih terbuka untuk diperdebatkan.
Faktor
kedelapan, adalah politik partai.
Jika perpolitikan di tingkat lokal masih didominasi organisasi politik tingkat
nasional maka derajat desentralisasinya dinggap lebih rendah jika dibandingkan
dengan jika perpolitikan tingkat lokal lebih didominasi oleh organisasi politik
lokal dan lebih mandiri dari organisasi politik nasional. Sedangkan faktor
lainnya adalah struktur dari sistem pemerintahan desentralistik. Sistem
pemerintahan yang sederhana dianggap memiliki derajat desentralisasi yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan sistem pemerintahan yang lebih kompleks.
Aspek
lain yang dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan derajat desentralisasi
adalah menyangkut desentralisasi kekuasaan pada tingkat tertentu. Ada tinga
tingkatan desentralisasi jika kita berbicara tentang kekuasaan. Pertama, pada tingkat wilayah
(desentralisasi negara kesatuan) atau negara bagian (desentralisasi negera
federal) dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih. Kedua, pada tingkatan distrik atau yang setara dengan jumlah penduduk 50.000 – 200.000. Ketiga, pada tingkatan desa atau masyarakat. Disinilah hakekat
desentralisasi itu sebenarnya, karena pada tingkatan inilah masyarakat
bersentuhan langsung dengan para pemimpin yang akan memberikan pelayanan yang
dibutuhkan oleh mereka.
Kebijakan
desntralisasi yang dijalankan di
Indonesia sesuai UU No. 22 tahun 1999 tidak lagi menggunakan istilah tingkatan
karena hubungan antara provinsi dan daerah kini bersifat coordinate dan independent.
Distribusi fungsi diberikan pada provinsi atau pada tingkatan pertama dalam
pembagianm diatas dan kabupaten/kota yang setara dengan tingkatan kedua dalam
pembagian diatas. Selain itu UU No. 22 tahun 1999 ini juga mengatur tentang
distribusi fungsi pada pemerintahan desa
yang setara dengan tingkatan ketiga dalam pembagian di atas. Tetapi dalam
pelaksanaanya distribusi fungsi pada pemerintahan desa dijalankan di bawah
subordinasi dan bergantung pada daerah kabupaten/kota. Hal yang sama juga masih
diberlakukan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai
pengganti UU Nomor 22 tahun 1999.
[1] Huntington, Samuel P, 1993. The
Third Wave : Democratization in The Late Twentieth Century. University of
Oklahoma Press. USA.
[2] The World Bank, Independent Evaluation Group. 2008.Decentralization in Client Countries
– An Evaluation of World Bank Support, 1999-2007, halaman xi
[3] Litvack & Seddon. 1999, halaman 2
[4] Rondinelli & Cheema. 1983, hal 18.
[5] Mc. Gregor, David.
[6] Pamudji, S,
[7] Pamudji, S. op cit
[8] Benyamin Hussein, 1993, op cit halaman 12.
[9] United Nations, 1961,
[10] Ibid, halaman
[12] Conyers,
[13] Smith,
[14] Benyamin Hussein, 2000.
[15] Benyamin Hussein, 200a
[16] Norton
[17] Antoft & Novack
[18] Stokker,
[19] Campo, S.Schiavo and P.S.A Sundaram.2001. To Serve and To Preserve
: Improving Public Administration in A Competitive World. Asian Development
Bank. Philippines, halaman 155.
[20]Alderfer
[21] Conyers, 1983
[22] Conyers, 1986
[23] Campo and Sundaram, op cit. hal 156 sd 159.
[26] Cohen & Peterson
[27] Benyamin Hoessein, 2001b.
[28] Sinjal, 2001.
[29] The Liang Gie, 1965
[30] Rohdewold, 1995
[31] Sinjal, op cit
[32] Smith, op cit
[33] Khairul Muluk, 2009.
How to Make Money from Betting on Sports Betting - Work
BalasHapus(don't worry if you get it wrong, though) worrione.com The casinosites.one process involves placing bets on different www.jtmhub.com events, but it can also be done by nba매니아 using หาเงินออนไลน์ the