A.
FILOSOFI PENELITIAN SOSIAL
Setiap kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan selalu
berlandaskan filosofi. Hakikat filosofi adalah kebenaran yang diperoleh melalui
berpikir logis, sistematis, metodis.
Kebenaran adalah kenyataan apa adanya yang sesuai
dengan logika sehat. Kebenaran juga sekaligus menjadi tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan karena bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Berpikir logis adalah berpikir secara bernalar menurut
logika yang diakui ilmu pengetahuan dengan bebas sedalam-dalamnya sampai ke
dasar permasalahan guna mengungkapkan kebenaran.
Sistematis adalah berpikir dan berbuat yang bersistem,
yaitu runtun, berurutan, tidak tumpang tindih. Metodis adalah berpikir dan berbuat
menurut metode tertentu yang kebenarannya diakui menurut penalaran.
Penelitian sosial merupakan proses kegiatan
mengungkapkan secara logis, sistematis, dan metodis gejala sosial yang terjadi
di sekitar kita untuk direkonstruksi guna mengungkapkan kebenaran bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Kebenaran dimaksud adalah
keteraturan yang menciptakan keamanan, ketertiban, keseimbangan, dan
kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan
yang bermanfaat memerlukan peningkatan kemampuan meneliti bagi dosen ilmu-ilmu
sosial.
Kemampuan meneliti tersebut terutama diarahkan kepada
tiga manfaat, yaitu:
1.
Pengembangan institusi, dilaksanakan melalui kegiatan penelitian
sosial yang dilakukan oleh dosen yunior.
2.
Inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan (dan
teknologi), dilaksanakan melalui kegiatan penelitian sosial yang dilakukan oleh
dosen senior.
3.
Pemecahan masalah, dilaksanakan melalui kegiatan
penelitian sosial yang dilakukan secara kerja sama dengan berbagai instansi
pemerintah, swasta dan industri.
Filosofi penelitian sosial mendasari kegiatan ilmiah
yang berupaya mencari kebenaran hakiki dari setiap gejala sosial yang ada.
Sebagaimana dikemukakan oleh Theo Huijbers, filosofi
adalah kegiatan intelektual yang metodis dan sistematis, secara refleksi
menangkap makna yang hakiki dari keseluruhan yang ada.
Objek filosofi bersifat universal mencakup segala yang
dialami manusia.
Berpikir filosofi adalah mencari arti yang sebenarnya
dari segala hal yang ada melalui pandangan cakrawala paling luas. Metode
pemikiran filosofi adalah refleksi atas pengalaman dan pengertian tentang suatu
hal dalam cakrawala yang universal.
Pengolahan pikirannya secara metodis dan
sistematis.Tujuannya
adalah kebenaran yang menyejahterakan masyarakat.
Berasarkan pandangan tersebut, maka dapat dirinci
unsur-unsur penting filosofi yang mendasari penelitian sosial sebagai kegiatan
ilmiah, yaitu:
1 Theo
Huijbers. 1995. Filsafat Hukum. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Hlm. 15, bahwa:
1. kegiatan intelektual (pemikiran);
2. mencari makna yang hakiki (interpretasi);
3. segala fakta dan gejala (objek);
4. dengan cara refleksi, metodis, sistematis (metode);
5. untuk kebahagiaan masyarakat (tujuan).
Sebagai kegiatan ilmiah, penelitian sosial juga
memiliki ciri-ciri sebagaimana dijelaskan oleh Soedjono Dirdjosisworo sebagai
berikut:
1.
Sistematis artinya bahasan tersusun secara teratur,
berurutan
menurut sistem.
2.
Logis artinya sesuai dengan logika, masuk akal, benar
menurut penanalaran
3.
Empiris artinya diperoleh dari pengalaman, penemuan,
pengamatan.
4.
Metodis artinya berdasarkan metode yang kebenarannya
diakui oleh penalaran.
5.
Umum artinya menggeneralisasi, meliputi keseluruhan
tidak menyangkut yang khusus saja.
6.
Akumulatif artinya bertambah terus, makin berkembang,
dinamis.
Penelitian sosial sebagai kegiatan ilmiah dilakukan
terus-menerus guna mengungkapkan kebenaran sesungguhnya dari objek yang
diteliti. Kebenaran yang sesungguhnya itu bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakat.
Kebenaran objek yang diteliti menjadi dasar keteraturan
yang menciptakan keamanan, ketertiban, keselamatan, dan kesejahteraan
masyarakat.
Harsja Bachtiar mengemukakan dua kategori keteraturan
dari objek yang diteliti, yaitu:
1.
Keteraturan alam semesta selalu berkualitas 100% benar
karena keteraturan itu tetap, tidak berubah, sehingga metode penelitiannya pun
tepat. Ini terdapat pada ilmu-ilmu eksakta, seperti astronomi, fisika, kimia,
biologi, kedokteran.
2.
Keteraturan hubungan antarmanusia dalam hidup bermasyarakat.
Untuk mengungkapkan kebenaran keteraturan tersebut dipinjam metode penelitian
ilmu eksakta, ternyata hasil penelitiannya tidak selalu 100% benar, melainkan
hanya mendekati kebenaran karena keteraturan dalam hubungan hidup bermasyarakat
itu dapat berubah dari saat ke saat sesuai dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat.
Ini terdapat
pada ilmu-ilmu sosial, seperti ekonomi, hukum, politik, sosiologi, demografi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa
perkembangan ilmu sosial selalu dilandasi oleh kebenaran yang relatif,
keteraturan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu, ketidakpuasan
terhadap keadaan yang ada, keingintahuan terus-menerus, yang ditelaah bukan
kuantitas, melainkan kualitas dari gejala sosial yang ada (terjadi).
(Soedjono Dirdjosisworo. 1998. Pengantar Ilmu Hukum.
Penerbit Rajawali. Jakarta. Hlm. 5 dan Harsja Bachtiar. 1981. Penggolongan Ilmu
Pengetahuan. Depdikbud. Jakarta).
DASAR PENELITIAN SOSIAL
Keingintahuan
Karena masyarakat itu berkembang, maka ilmu sosial
juga berkembang, namun perkembangan tersebut tidak dapat diketahui
secara pasti sebagai hal yang baru.
Oleh sebab itu, lalu dilakukan upaya tertentu untuk
memperoleh pengetahuan baru.
Apa yang mendorong orang sehingga berkehendak memperoleh
pengetahuan baru tentang gejala sosial? Faktor pendorong tersebut adalah keingintahuan
(curiousity). Keingintahuan itu
muncul karena ketidakpuasan terhadap gejala sosial yang ada.
Untuk memperoleh jawaban dari keingintahuan tersebut,
orang perlu melakukan kegiatan yang menggunakan metode yang diakui secara
keilmuan. Kegiatan yang dimaksud disebut penelitian sosial.
Penelitian adalah terjemahan dari istilah bahasa
Inggris research yang terdiri dari re artinya ulang dan search artinya mencari. Jadi, research atau penelitian itu adalah
kegiatan mencari ulang, mengungkapkan kembali gejala, kenyataan yang sudah ada
untuk direkonstruksi dan diberi arti guna memperoleh kebenaran yang
dimasalahkan.
Ungkapan kembali itu didasari oleh keingintahuan
tentang keadaan gejala sosial yang dijadikan masalah,
misalnya:
a.
Maraknya prostitusi dalam masyarakat perkotaan di
Indonesia kini akibat pengaruh kesulitan ekonomi. Informasi gejala sosial:
Indonesia menduduki urutan kedua bisnis prostitusi dengan omzet penghasilan
rata-rata per tahun Rp11 triliun.
Gejala
pendukung: di tempat hiburan malam, di hotel-hotel, di panti pijat, ada PSK
walaupun tersembunyi.
b.
Maraknya perjudian dalam masyarakat kini akibat
lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh pemerintah. Informasi gejala sosial:
Jakarta adalah salah satu kota besar bisnis perjudian dengan omzet penghasilan
rata-rata per tahun Rp 40 triliun.
Gejala
pendukung: di pusat-pusat hiburan, di media elektronik, di hotel-hotel, ada
pertaruhan dengan menggunakan uang, menonton sepak bola menggunakan taruhan
uang dari jumlah kecil hingga jumlah besar.
c.
Semrawutnya lalu lintas di kota Bandar Lampung akibat rendahnya
kesadaran hukum pengemudi angkot.
Informasi
gejala sosial: jalan raya dijadikan tempat parkir kendaraan bermotor, tempat
dagang kaki lima, tempat dagang asongan, jumlah angkot makin bertambah setiap
tahun.
d.
Makin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga, makin
rendah tingkat perilaku menyimpang oleh anggota keluarga yang bersangkutan.
Informasi
gejala sosial: Di kalangan masyarakat kaya (the
haves) justru banyak terjadi perilaku mabukmabukan, prostitusi, narkoba. Di
kalangan selebritis justru banyak terjadi kehancuran rumah tangga akibat perceraian
suami isteri (broken home).
e.
Merajalelanya korupsi di kalangan pejabat negara
akibat lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum. Informasi gejala sosial:
pejabat korup cenderung bebas dari tuntutan hukum atau memperoleh hukuman lebih
ringan. Pejabat korup sulit diberhentikan dari pegawai negeri sipil (PNS).
Karena penelitian itu menyangkut berbagai aspek
kehidupan masyarakat, maka disebut
penelitian sosial.
Penelitian sosial menggunakan metode ilmiah yang
sesuai dengan bidang ilmu sosial yang diteliti. Untuk itu mutlak diperlukan
penguasaan ilmu sosial yang bersangkutan dengan baik.
Misalnya, penelitian bidang hukum, ekonomi, sosiologi,
psikologi, antropoligi sosial harus didukung oleh penguasaan dengan baik bidang
ilmu yang bersangkutan.
Ilmu adalah produk dari proses berpikir logis yang
didukung oleh fakta empiris. Penguasaan ilmu sosial dengan baik merupakan modal
dasar melakukan penelitian sosial guna memperoleh penge-
tahuan atau temuan baru di bidang ilmu sosial.
Proses
Berpikir Logis
Dalam kegiatan penelitian sosial dikenal dua proses
berpikir, yaitu proses berpikir logis dan proses berpikir kausalitas.
Proses berpikir logis dibedakan lagi menjadi proses
berpikir induktif dan proses berpikir deduktif. Kedua proses berpikir tersebut
dijelaskan dengan contoh-contoh dalam uraian berikut.
a. Proses berpikir induktif
Proses berpikir Induktif adalah suatu proses berpikir
untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari kasus yang bersifat
khusus (individual).
Proses berpikir induktif dimulai dari pernyataan-pernyataan
yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas, yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Pengetahuan yang dihasilkan dari proses berpikir
induktif merupakan esensi dari fakta-fakta yang dikumpulkan.
Contoh:
Berdasarkan statistik tahun 2001 di Kabupaten Lampung
Selatan tingkat pendapatan penduduk umumnya rendah, sehingga sedikit jumlah
penduduk yang mampu membayar premi asuransi jiwa.
Demikian juga di Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten
Way Kanan terdapat kondisi yang sama dengan Kabupaten Lampung Selatan. Tetapi
di Kota Bandar Lampung yang pendapatan per kapita cukup tinggi, sebagian besar
penduduk mengadakan asuransi jiwa.
Oleh karena itu, di setiap kabupaten yang tingkat
pendapatan penduduknya rendah, asuransi jiwa sulit berkembang.
Proses berpikir induktif memungkinkan penyusunan
pengetahuan secara sistematis, yang mengarah kepada beberapa pernyataan yang
bersifat fundamental.
Suatu pengetahuan harus diyakini kebenarannya melalui
dua tahap
keyakinan, yaitu keyakinan karena tahu (know) dan keyakinan karena pengalaman (empirical).
Keyakinan karena tahu merupakan dasar merumuskan masalah
yang diteliti seperti dalam contoh tadi: “Faktor-faktor apakah yang
menjadi penyebab sulitnya asuransi jiwa berkembang di
beberapa kabupaten dalam Provinsi Lampung”. Untuk mengetahui hal tersebut
kemudian dilakukan penelitian.
Keyakinan karena pengalaman merupakan hasil penelitian
yang diperoleh berdasarkan data empiris yang dikumpulkan dari beberapa lokasi
kabupaten di daerah Lampung seperti contoh tadi.
Pernyataan secara sistematis yang bersifat fundamental
hasil proses berpikir induktif tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Apabila pertumbuhan ekonomi rendah, tingkat
pendapatan penduduk juga rendah.
(2) Makin rendah tingkat pendapatan, makin rendah
minat penduduk membayar premi asuransi jiwa.
(3) Di daerah kabupaten yang tingkat pendapatan
penduduknya rendah, asuransi jiwa sulit berkembang.
b. Proses berpikir deduktif
Proses berpikir deduktif adalah suatu proses berpikir
untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat
umum.
Proses berpikir deduktif biasanya menggunakan pola berpikir
yang disusun dari dua buah pernyataan serta sebuah kesimpulan (silogismus).
Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang dibedakan sebagai
premis mayor dan premis minor.
Berdasarkan kedua premis tersebut ditarik kesimpulan.
Contoh: Di setiap kabupaten dalam Provinsi Lampung
didirikan Pengadilan Agama (premis mayor). Way Kanan adalah kabupaten yang baru
dibentuk (premis minor). adi, di Kabupaten Way Kanan perlu juga didirikan
Pengadilan Agama (kesimpulan). Ketepatan menarik kesimpulan dalam proses
berpikir deduktif tergantung dari tiga hal, yaitu:
(1) kebenaran premis mayor;
(2) kebenaran premis minor;
(3) kebenaran penarikan kesimpulan.
Kesimpulan yang berupa pengetahuan baru seperti pada
contoh tadi: Di Kabupaten Way Kanan perlu juga didirikan Pengadilan Agama, pada
hakikatnya bukan pengetahuan baru dalam arti sebenarnya, melainkan hanya
konsekuensi yang sudah diketahui sebelumnya.
Dengan demikian, semua pengetahuan yang telah
dibuktikan kebenarannya secara deduktif tetap benar apabila postulat dan kesepakatan
yang telah ditetapkan sebelumnya dianggap berlaku.
Tetapi mungkin juga pengambilan kesimpulan itu salah.
Contoh pengambilan kesimpulan yang salah adalah sebagai berikut:
Di setiap kabupaten dalam Provinsi Lampung perlu
didirikan Pengadilan Agama (premis mayor). Di Kabupaten Way Kanan tidak pernah
ada perceraian atau sengketa waris Islam (premis minor). Walaupun demikian, di
Kabupaten Way Kanan perlu juga didirikan Pengadilan Agama (kesimpulan). Di mana
letak kesalahan kesimpulan tersebut? Kedua premis berlainan sifat, premis mayor
belum teruji kebenarannya, premis minor adalah fakta
yang sudah teruji (tidak ada perceraian atau sengketa waris Islam). Kesimpulan
yang diambil bisa benar dan bisa salah. Dikatakan benar apabila sesuai dengan
dan diterima oleh logika.
Sebaliknya, dikatakan salah apabila tidak sesuai dengan
dan tidak diterima oleh logika. Sudah jelas tidak ada perceraian atau sengketa
waris Islam, mengapa perlu didirikan Pengadilan Agama? Seharusnya kesimpulan
yang diambil: Di Kabupaten Way Kanan, pendirian Pengadilan Agama perlu ditunda
karena masih Pengadilan Agama.
c. Proses Berpikir Kausalitas
Pada dasarnya setiap proses berpikir selalu
menghasilkan pernyataan atau pengetahuan yang terdiri dari unsur sebab dan
unsur akibat. Unsur sebab adalah peristiwa atau keadaan yang menyatakan mengapa
sesuatu itu terjadi atau timbul. Misalnya, mengapa lalu lintas di Bandar
Lampung tidak teratur?
Jawabannya adalah: “sebab kesadaran hukum pengemudi
rendah”, yang menjadi sebab adalah kesadaran hukum pengemudi rendah. Jadi, yang
diungkapkan peneliti bukan tidak teraturnya lalu lintas, melainkan alasan
(sebab) tidak teraturnya lalu lintas itulah yang perlu diteliti.
Dalam contoh ini, yang perlu diteliti untuk dibenahi
adalah rendahnya kesadaran hukum pengemudi, bagaimana cara meningkatkan
kesadaran hukum mereka. Dalam metode penelitian
sosial, unsur sebab ini disebut variabel bebas (independent variable).
Unsur akibat adalah peristiwa atau keadaan baru yang
terjadi atau timbul dari peristiwa atau keadaan yang sudah ada lebih dahulu.
Akibat selalu terjadi lebih kemudian dari sebab.
Dengan kata lain, jika peristiwa atau keadaan itu tidak
ada, maka tidak terjadi atau tidak timbul peristiwa atau keadaan baru.
Akibat adalah hasil dari sebab. Sebagai contoh,
“Presiden Soeharto turun dari kekuasaannya akibat korupsi yang tak terkendali”.
Dalam contoh ini, korupsi yang tak terkendali adalah sebab, sedangkan Presiden
Soeharto turun dari kekuasaannya adalah akibat. Apabila kalimat pernyataan
tersebut dibuat dalam bentuk aktif, maka pernyataannya lebih jelas: “Korupsi
yang tak terkendali
mengakibatkan Presiden Soeharto turun dari
kekuasaannya”.
Dalam metode penelitian sosial, unsur akibat ini
disebut variable terikat (dependent
variable).
Dalam penelitian sosial kedua jenis variable sebab
akibat ini selalu ada dan merupakan fakta atau gejala yang menjadi objek
penelitian untuk diungkapkan.
Mungkin unsur sebab yang sudah diketahui lebih dahulu,
kemudian baru diteliti unsur akibat yang akan terjadi. Mungkin juga sudah
diketahui akibat yang terjadi, kemudian baru diteliti dan diungkapkan sebabnya.
Dalam filsafat ilmu, hubungan sebab-akibat (causality)
merupakan esensi kegiatan berpikir yang menjadi dasar berkembangnya ilmu
pengetahuan, termasuk juga imu sosial.
Pada contoh yang telah dikemukakan di atas: “Lalu
lintas di Bandar
Lampung tidak teratur sebab kesadaran hukum pengemudi
rendah”. Hal yang akan diungkapkan adalah unsur sebab, yaitu “kesadaran hukum
pengemudi rendah”. Untuk itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
termasuk dalam unsur sebab (kesadaran hukum pengemudi rendah). Artinya tinggi
rendah tingkat kesadaran hukum pengemudi ditentukan oleh beberapa faktor yang
terdapat dalam diri pengemudi, antara lain:
(1) tingkat pendidikannya;
(2) pengetahuan tentang peraturan lalu lintas;
(3) pengetahuan teknis kendaraan bermotor;
(4) memiliki/tidak memiliki SIM;
(5) mobil milik sendiri atau milik pengusaha;
(6) lama pengalaman menjadi sopir, dst.
Faktor-faktor ini disebut variable bebas (independent
variables) yang menentukan tinggi rendahnya tingkat kesadaran hukum pengemudi.
Faktor-faktor tersebut menjadi dasar penyusunan kuesioner atau pedoman
wawancara untuk mengumpulkan data yang menjadi bahan dasar analisis.
3. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif seringkali digunakan dalam
penelitian sosial. Hal ini disebabkan gejala sosial seringkali tidak dapat ditunjukkan
secara kuantitatif, tidak dapat diukur.
Metodologi penelitian kualitatif adalah suatu upaya
yang sistematis dalam penelitian sosial. Termasuk di dalamnya adalah kaidah dan
teknik untuk memuaskan keingintahuan peneliti pada suatu gejala sosial, atau cara
untuk menemukan kebenaran dalam memperoleh pengetahuan baru.
Penelitian kualitatif biasanya dimulai dengan suatu
pertanyaan penilaian mengenai suatu hal,
misalnya:
a. Mengapa sering terjadi kemacetan lalu lintas di
kota Jakarta?
b. Mengapa perusahaan asuransi jiwa sulit berkembang
di
Kabupaten
Lamsel?
c. Mengapa pejabat cenderung ingin melakukan korupsi
padahal itu
melanggar hukum?
d. Mengapa orang ingin mengonsumsi narkoba padahal dia
tahu
barang itu sangat
berbahaya bagi kesehatan dirinya?
e.
Mengapa interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat
cenderung berubah menjadi anarkhis?
Penelitian kualitatif merupakan alat untuk melihat
sejauh mana suatu proses terjadi pada gejala sosial. Penelitian kualitatif pada
umumnya menilai fakta atau gejala sosial yang diteliti tidak menggunakan angka,
melainkan cukup menggunakan standar mutu atau kualitas yang dinyatakan dengan
kata kata, misalnya:
a. rendah, sedang, tinggi;
b. kurang, cukup, banyak;
c. jelek, bagus, bagus sekali;
d. sebagian kecil, sebagian besar, pada umumnya.
Karena menggunakan penilaian relatif atau tidak pasti,
maka ada yang mengatakan hasil penelitian kualitatif itu tidak objektif. Untuk
menghindari hal itu, maka diupayakan tidak hanya menggunakan analisis kualitatif,
tetapi juga analisis kuantitatif.
Penelitian kualitatif pada umumnya mempunyai ciri-ciri
berikut ini:
a. Penyusunan proposal lebih mudah dengan variabel
sederhana.
b. Alat pengumpul data sudah disusun lebih dahulu.
c. Bila menggunakan sampel dapat secara purposive.
d. Fakta (data) diperoleh langsung dari sumber
pertama.
e. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
(Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum.
Penerbit Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm. 6-14)
C. PENELITIAN SOSIAL
1. Penelitian Sosial Sebagai Kegiatan Ilmiah
Penelitian sosial merupakan kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala sosial tertentu, dengan
jalan menganalisisnya.
Selain itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap
fakta sosial tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian ini, dapat dinyatakan bahwa
penelitian sosial dianggap sebagai penelitian ilmiah apabila memenuhi kriteria
berikut:
a.
didasarkan pada metode, sistematika, dan logika
berpikir
tertentu;
b.
bertujuan untuk mempelajari gejala sosial tertentu
(data primer);
c.
guna mencari solusi atas permasalahan yang timbul dari
gejala yang diteliti tersebut.
Penelitian sosial didasarkan pada metode, artinya
semua kegiatan yang meliputi persiapan penelitian, proses penelitian, dan hasil
penelitian menggunakan cara-cara yang secara umum diakui dan berlaku pada ilmu
pengetahuan.
Kegiatan persiapan penelitian umumnya didahului dengan
studi pustaka untuk menemukan konsep-konsep, teori-teori diteruskan observasi
di lapangan untuk menjajagi gejala-gejala sosial yang akan dijadikan dasar
perumusan masalah dan tujuan serta strategi penelitian.
Semuanya ini kemudian dituangkan dalam bentuk proposal
penelitian.
Proses penelitian merupakan kegiatan pelaksanaan
penelitian berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu,
meliputi pengumpulan data sekunder dari perpustakaan (buku-buku literatur),
dari perkantoran (arsip, dokumen) dan pengumpulan data primer dari lapangan
(lokasi penelitian).
Setelah data terkumpul, diteruskan dengan kegiatan
pengolahan data dan analisis data. Hasil penelitian tersebut kemudian ditulis
dalam bentuk laporan penelitian sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah
yang siap untuk dipublikasikan.
Laporan penelitian berupa karya ilmiah tersebut dapat
berbentuk laporan jurnal penelitian, skripsi, tesis, atau disertasi.
Penelitian sosial selalu didasarkan pada sistem, yang
memiliki unsur-unsur sistem, yaitu subjek penelitian, objek penelitian, perilaku
(kegiatan) penelitian, hasil penelitian, dan publikasi hasil penelitian. Setiap
unsur sistem tersebut dikerjakan berdasarkan sistematika tertentu, baik format
maupun substansi, seperti klasifikasi, penggolongan, penandaan, urutan
penyajian, analisis, dan interpretasi. Penelitian didasarkan pada logika berpikir
tertentu, yaitu logika berpikir kausalitas (sebab-akibat) dalam melakukan analisis
data, logika berpikir deduktif atau induktif dalam pengambilan kesimpulan.
Penelitian sosial selalu mempunyai tujuan tertentu,
baik tujuan proses maupun tujuan akhir. Tujuan proses misalnya “menganalisis
data yang diperoleh guna membuktikan suatu peristiwa sosial sudah dilakukan
atau tidak dilakukan”, sedangkan tujuan akhir adalah hasil yang diperoleh
berdasarkan tujuan proses.
(Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum.
UI Press. Jakarta. Hlm. 43)
Tujuan akhir misalnya “memperoleh gambaran lengkap
tentang norma sosial yang berlaku pada komunitas tertentu di suatu wilayah
tertentu”, atau “pembeli memiliki barang yang dibelinya dan penjual memperoleh
pembayaran harga barang yang dijualnya sesuai dengan perjanjian”, atau “memperoleh
data lengkap mengenai tindak kekerasan suami terhadap istri dalam kehidupan
keluarga di kota besar selama tahun 2005”.
Tujuan yang dicapai dalam penelitian sosial merupakan
solusi atas masalah yang diteliti.
2. Strategi (Pendekatan) Penelitian Sosial
Walaupun bidang ilmu sosial terdiri dari beberapa
subbidang ilmu, tidak berarti strategi penelitiannya akan berbeda sama sekali
antara satu sama lain.
Strategi penelitian sosial yang digunakan pada subbidang
ilmu sosial selalu ada kesamaan dengan strategi penelitian subbidang ilmu
sosial yang lain. Strategi penelitian merupakan cara pendekatan untuk
menyelesaikan atau memecahkan atau mencari solusi yang efektif dan efisien terhadap
masalah penelitian yang telah dirumuskan, sehingga mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Menurut Robert K. Yin, dalam penelitian sosial ada
beberapa strategi yang dapat digunakan, yaitu survei, studi kasus, eksperimen,
sejarah, analisis arsip.
Pada penelitian sosial, strategi penelitian
(pendekatan masalah) yang umum digunakan adalah pendekatan studi kasus dan
survei.
Dalam uraian berikutnya, strategi penelitian sosial
yang diutamakan untuk dibahas dibatasi hanya pada pendekatan studi kasus dan
pendekatan survei, dengan alasan studi kasus menggunakan logika berpikir
induktif, sedangkan survei menggunakan logika berpikir deduktif.
2.1 Pendekatan Studi Kasus
Pada penelitian sosial, strategi (pendekatan masalah)
yang sangat penting dan dominan adalah studi kasus (case study). Dalam hal ini,
kasus dikonsepkan sebagai peristiwa yang berupa rangkaian perilaku nyata,
misalnya perjanjian jual beli, pembunuhan seseorang, upacara pernikahan, kecelakaan
lalu lintas, kinerja DPRD Kabupaten/Kota, sewa guna usaha (leasing), tindak
kekerasan suami terhadap istri dalam kehidupan keluarga, pembagian harta
warisan pada masyarakat patrilineal, dll.
Dalam konteks studi kasus, ada tiga tipe studi kasus,
yaitu studi kasus non-yudisial, studi kasus yudisial, studi kasus langsung (live case study):
a. Studi kasus non-yudisial (non-judicial case study), yaitu studi kasus tanpa konflik yang
tidak melibatkan pengadilan. Kalaupun ada konflik, diselesaikan oleh
pihak-pihak sendiri secara damai.
b. Studi kasus yudisial (judicial case study), yaitu studi kasus karena konflik yang
kemudian diselesaikan melalui putusan pengadilan.
c. Studi kasus langsung (live case study), yaitu studi kasus yang masih berlangsung dari
awal kegiatan hingga berakhir, misalnya pengangkutan niaga yang sedang berlangsung
diteliti proses berlakunya sejak pemberangkatan hingga berakhir di tempat
tujuan.
Dipandang dari segi karakteristik kasus yang menjadi
objek penelitian, studi kasus dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Studi kasus tunggal(single-case study)
Tipe studi kasus tunggal digunakan apabila kasus yang
banyak itu mempunyai kriteria atau karakteristik yang sama, sehingga cukup
diambil satu kasus saja. Dengan mengkaji satu kasus, maka semua kasus yang
mempunyai kriteria atau karakteristik yang sama itu sudah terwakili.
Studi kasus tunggal dapat menghemat biaya, waktu, dan
tenaga. Contoh studi kasus tunggal antara lain adalah studi kasus perjanjian
kredit mikro antara usaha kecil dengan bank karena karakteristiknya sama.
b. Studi kasus ganda (multi-case study)
Tipe studi kasus ganda digunakan apabila ada beberapa
kasus yang mempunyai kriteria berbeda, sehingga perlu diambil semua kasus atau beberapa
kasus yang mewakili semua kasus yang sejenis, secara purposive.
Studi kasus ganda lebih rumit dan makan biaya, waktu,
dan tenaga lebih banyak. Contoh: Studi kasus pembiayaan melalui kredit yang
disalurkan oleh bank kepada pengusaha dan studi kasus pembiayaan melalui modal
ventura yang disalurkan oleh perusahaan modal ventura kepada pengusaha. Mana
yang lebih menguntungkan?
Contoh lagi: jika ada 100 kasus penyaluran kredit bank
berdasarkan
perjanjian kredit biasa dan kredit mikro, maka secara purposive dapat diambil satu perjanjian
kredit biasa dan satu perjanjian kredit mikro yang mewakili masing-masing jenis
kredit yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian.
Dalam konteks studi kasus, metode analisis yang banyak
digunakan
adalah content analysis, yaitu menguraikan materi
peristiwa sosial secara rinci guna memudahkan interpretasi dalam pembahasan.
Ada dua tipe
content analysis, yaitu tinjauan
kritis (critical review) dan analisis
kritis (critical analysis).
2.1.1 Tinjauan kritis (critical review)
Pada tipe ini, peneliti bertujuan untuk memperoleh gambaran
lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek normatif yang
diteliti guna mencari dan menemukan alasan pembenaran atau penolakan suatu
produk perilaku. Pada tipe ini, peneliti melakukan analisis dari berbagai aspek
dan mengungkapkan segi negatif dan segi positif suatu produk perilaku.
Contoh
produk perilaku, yaitu:
a. Tindak kekerasan terhadap anggota masyarakat dari
kelompok tertentu, akibatnya terjadi tawuran antar kelompok.
b. Ambisi politik segelintir orang lalu membentuk
provinsi baru di Papua sehingga menimbulkan reaksi keras penolakan dari
masyarakat yang tidak setuju.
c. Kenaikan harga BBM yang dianggap menyengsarakan
masyarakat, akibatnya timbul reaksi demonstrasi massa di mana-mana.
Hasil tinjauan kritis itu dapat mengakibatkan
pembenaran produk perilaku sehingga dapat menenteramkan masyarakat. Atau
sebaliknya mengakibatkan penolakan produk perilaku karena meresahkan
masyarakat. Pembenaran yang dapat menenteramkan masyarakat merupakan segi
positif produk perilaku.
Sedangkan penolakan karena meresahkan masyarakat
merupakan segi negatif produk perilaku, yaitu menunjukkan perilaku cacat moral,
mudharat, yaitu dianggap tidak manusiawi, merugikan masyarakat lapisan bawah,
merendahkan martabat kelompok masyarakat marginal. Keadaan cacat moral itu akan
mengakibatkan ketidakstabilan, ketidaktertiban, ketidakpastian yang merugikan
masyarakat, pihak-pihak, bahkan negara sendiri.
Hasil tinjauan kritis akan menjadi bahan pertimbangan
bagi pengambil keputusan (decision maker),
perancang undang-undang (legal drafter),
serta menjadi acuan kajian bagi pendidikan ilmu-ilmu sosial, penelitian sosial,
dan penyuluhan kepada masyarakat.
2.1.2 Analisis kritis (critical analysis)
Tipe analisis kritis menduduki gradasi yang lebih
tinggi daripada tinjauan kritis. Apabila tinjauan kritis lebih menitikberatkan
pada produk perilaku, maka analisis kritis tidak hanya produk perilaku
melainkan juga sumber produk perilaku dengan segala motivasinya dari lapisan
masyarakat bawah (grassroots) sampai pada
lapisan atas atau penguasa lokal dan nasional. Pada tipe ini, peneliti sosial
bertujuan untuk mengungkapkan lebih komprehensif
tentang segi negatif (cacat perilaku) dan juga segi positif (keunggulan) suatu
produk perilaku untuk dijadikan bahan menyusunan undang-undang, dasar pengambilan
keputusan, sehingga diperoleh gambaran komprehensif (comprehensive analysis), tidak hanya dari
belakang meja kerja, tetapi juga dari lapangan, yaitu
lapisan masyarakat secara keseluruhan.
Contoh: Analisis kritis pemanfaatan tenaga kerja,
analisis kritis pengolahan sampah perkotaan, analisis kritis cara mengatasi
masalah penyakit masyarakat (PSK,
gepeng, perjudian, miras, dll).
Tipe analisis kritis mengkaji dengan cermat apakah
suatu peristiwa sosial, atau produk perilaku berakar pada masyarakat, sehingga
didukung dan diterima oleh masyarakat karena dirasakan benar dan adil, atau
sebaliknya ditolak masyarakat karena tidak benar, tidak adil, merugikan
masyarakat.
Pada tipe ini, peneliti mengungkapkan tidak hanya segi
negatif, tetapi juga segi positif berupa keunggulan dan kelebihan (secara
filosofis, yuridis, sosiolgis) dan sekaligus menunjukkan solusi terbaik dan
tepat yang perlu dilakukan oleh pengambil keputusan, pembuat undang-undang,
tokoh masyarakat.
Contoh kasus mencolok
dalam masyarakat dewasa ini adalah kasus sengketa
tanah di kota dan di desa, kasus pemekaran daerah otonom di Irian Jaya yang
mengakibatkan perang suku antara yang pro dan kontra.
Tipe analisis kritis adalah tipe kajian yang paling
berbobot dari segi
akademik dan segi praktis, teknik perundang-undangan
karena kondisi objektif dan nyata di lapangan dijadikan bahan kajian dan
analisis.
Tipe ini bermanfaat bagi pengambil keputusan, perancang
undang-undang, pendidikan dan praktisi sosial, dan penyuluh masyarakat di
lapangan.
Karakteristik dari studi kasus adalah data yang
dianalisis hanya data yang bersumber dari kasus yang dijadikan objek penelitian,
peneliti tidak boleh menggunakan data di luar kasus yang bersangkutan.
Dalam studi kasus, pengambilan kesimpulan dilakukan
secara induktif, artinya dari fakta kongkrit digeneralisasikan secara abstrak
kepada kasus yang sejenis. Hasil penelitian studi kasus lebih akurat dan
realistik daripada hasil penelitian survei, dapat dijadikan acuan pengambilan
keputusan, dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek).
Dalam konteks penelitian sosial, ada dua tipe perilaku
yang menjadi objek penelitian, yaitu:
a. Perilaku berpola (patterned behaviour)
Perilaku berpola biasanya terdapat dalam kelompok
masyarakat, sifatnya seremonial seperti upacara kelahiran, perkawinan,
kematian, keagamaan, pertanian.
b. Perilaku tidak berpola (unpatterned behaviour)
Perilaku tidak berpola biasanya terdapat dalam
hubungan antara pribadi atau individu dalam masyarakat, misalnya jual beli
kredit kebutuhan sehari-hari, keagenan dalam kegiatan bisnis, tolong-menolong
membuat rumah, panenan, mengatasi masalah korban bencana alam. Juga dalam
hubungan rakyat dengan penguasa, misalnya penggusuran PKL, PSK, perjudian,
miras, dll.
2.2 Pendekatan Survei
Istilah survei adalah serapan dari kata bahasa Inggris
survey, artinya pengamatan atau
penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang jelas dan baik
terhadap suatu masalah tertentu dan di dalam suatu daerah tertentu.
Tujuan survei adalah mendapatkan gambaran yang benar
tentang suatu gejala sosial atau peristiwa tertentu yang ada atau terjadi di
suatu lokasi dalam suatu daerah. Pelaksanaan suatu survei tidaklah semua
individu dari populasi itu diteliti, namun hasil yang diharapkan harus
menggambarkan sifat populasi ybs.
Oleh karena itu, metode pengambilan sampel (sampling method) dalam suatu survei
memegang peranan sangat penting. Metode pengambilan sampel yang tidak benar akan
merusak hasil survei itu.
Pada penelitian sosial, pendekatan survei juga banyak
digunakan. Contohnya peneliti waris ingin memperoleh gambaran tentang sikap
masyarakat patrilineal di Kota Bandar
Lampung mengenai porsi pembagian waris antara ahli waris pria dan ahli waris
wanita.
Apakah masyarakat cenderung mengikuti sistem pembagian
waris yang sama porsinya atau tetap berpegang pada sistem pembagian waris
antara ahli waris pria dan ahli waris wanita 2 porsi berbanding 1 porsi.
Survei dapat dilakukan secara individual atau secara
kelompok. Menurut van Dalen, dilihat dari wilayah geografis maupun variabelnya,
survei dapat luas bahkan sangat luas maupun sempit. Winarno Surakhmad juga
mengatakan bahwa pada umumnya survei merupakan cara pengumpulan data dari
sejumlah unit atau individu dalam waktu (jangka waktu) yang bersamaan, biasanya
jumlahnya cukup besar.
Pada pendekatan survei, jumlah populasi yang begitu besar
tidak mungkin diteliti semuanya secara sensus. Oleh karena itu, pemecahan
masalah perlu dilakukan melalui beberapa sampel saja yang mewakili seluruh
populasi.
Pemilihan sampel perlu dilakukan karena dalam benak
peneliti timbul pertanyaan, mungkinkah suatu penelitian dilakukan terhadap
seluruh populasi objek penelitian?
Jika mungkin, berapa besar biaya, berapa lama waktu,
berapa
banyak pula tenaga yang dibutuhkan? Efisien dan
efektifkah penelitian yang demikian?
Akhirnya dicari solusi untuk menghindari besarnya
biaya, lamanya
waktu, dan banyaknya tenaga dengan jalan melakukan
penelitian hanya terhadap sebagian kecil populasi saja.
Meskipun demikian, sebagian kecil populasi yang
dijadikan sampel itu menjadi tolok ukur yang mewakili seluruh populasi. Sampel
yang menjadi tolok ukur penelitian memang dapat diandalkan, asalkan pengambilan
sampel dilakukan dengan benar dan tepat.
Cara mengambil sebagian kecil dari populasi objek
penelitian ini disebut teknik sampling.
Berapa besar sampel yang seharusnya digunakan, sampai
saat sekarang kiranya belum ada kesepakatan di antara para peneliti. Namun,
dari sifat populasinya dapat ditentukan langkah-langkah penentuan besarnya
sampel,
yaitu:
a. Apabila populasi heterogen, sebaiknya diambil
sampel yang besar jumlahnya. Makin besar sampel yang diambil, makin mendekati
cerminan populasi.
b. Apabila populasi homogen, sampel tidak harus
banyak. Namun peneliti tidak begitu saja mengambil sampel terlalu sedikit.
2.2.1 Probability random sampling
Penentuan sampel dapat dilakukan secara probability random sampling. Penentuan
sampel secara probability random sampling
didasarkan pada seluruh populasi yang mempunyai kesempatan yang sama untuk
dijadikan sampel.
Penerapan probability
randon sampling biasanya dilandasi pertimbangan bahwa jumlah keseluruhan
populasi sudah diketahui dan hasil penelitian dipakai sebagai generalisasi
terhadap keseluruhan populasi. Agar generalisasi terhadap keseluruhan
populasi dapat mencapai hasil optimal, sebaiknya
ditentukan lebih dahulu jumlah sampel yang diperlukan.
Sebagai contoh, populasi keseluruhan pasangan suami
istri (pasutri) sudah diketahui jumlahnya 500 pasutri. Jumlah sampel yang
dibutuhkan ditentukan 10%, yaitu 10% x 500 pasutri = 50 pasutri, masing-masing
populasi memperoleh kemungkinan menjadi sampel adalah 500 : 50 = 10 : 1 artinya
setiap 10 pasutri hanya mungkin menjadi sampel 1 pasutri. Jadi, apabila diambil
sampel secara acak (random), maka setiap 10 pasutri diambil 1 pasutri saja.
Sampel 50 pasutri inilah yang akan diinterview sikapnya tentang sistem pembagian
warisan dalam masyarakat patrilineal, apakah terjadi kecenderungan anak pria
dan anak wanita memperoleh hak waris yang sama bagiannya atau tetap seperti
yang sudah berlaku hingga kini, anak pria mendapat 2/3 bagian warisan dan anak
wanita mendapat 1/3 bagian warisan, atau boleh pilih satu antara dua porsi tsb.
Penentuan sampel secara probability random sampling
dapat dilakukan secara langsung terhadap populasi individu apabila lokasi
penelitian tidak begitu luas, misalnya terhadap sejumlah sampel kepala keluarga
di lingkungan RT tertentu. Atau dapat juga secara bertingkat menurut wilayahnya
apabila lokasi penelitian cukup luas. Tahap pertama penentuan sampel
wilayahnya, kemudian baru penentuan sampel penduduk wilayah itu, baik menurut
kelompok masyarakat ataupun individu.
Misalnya dalam suatu kabupaten yang terdiri dari beberapa
kecamatan diambil satu kecamatan, dalam satu kecamatan yang terdiri dari
beberapa desa itu diambil tiga desa tertentu, dari tiga desa tertentu itu diambil
beberapa sampel penduduk secara berimbang (proportional).
2.2.2 Purposive sampling
Pengambilan sampel secara purposive sampling disesuaikan dengan tujuan penelitian. Ukuran
sampel tidak dipersoalkan. Sampel yang diambil hanya yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Dengan kata lain, sampel yang dihubungi adalah sampel yang sesuai
dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.
Misalnya, suatu penelitian tentang tata tertib lalu
lintas di kota Bandar Lampung. Sampel yang diambil hanya pemilik kendaraan
bermotor yang tercatat di kepolisian atau pemilik SIM. Pengumpulan data hanya
terbatas pada sampel purposive tersebut, tidak termasuk pengendara yang mungkin
bukan pemilik kendaraan bermotor atau mungkin tidak memiliki SIM. Setelah
jumlahnya dianggap cukup, maka pengumpulan data dihentikan dan dilakukan
pengolahan
data.
D. KLASIFIKASI PENELITIAN SOSIAL
1. Berdasarkan Sifat dan Tujuan Penelitian
Soerjono Soekanto melihat dari segi “sifat penelitian”,
beliau membedakan penelitian sosial menjadi tiga tipe, yaitu penelitian eskploratori,
penelitian deskriptif, dan penelitian eksplanatori. Vredenbregt melihat dari segi “tujuan
penelitian”, beliau juga membedakan penelitian sosial menjadi tiga tipe, yaitu
penelitian eksploratori, penelitian deskriptif, penelitian eksplanatori. Robert
K. Yin melihat dari segi strategi studi kasus, ada tiga tipe studi kasus
penelitian sosial yaitu exploratory case
study, descriptive case study, and explanatory case study. Dengan demikian,
ada tiga tipe penelitian sosial, yaitu:
a. penelitian eksploratori (exploratory study);
b. penelitian deskriptif (descriptive study);
c. penelitian eksplanatori (explanatory study).
1.1 Penelitian Eksploratori
Penelitian eksploratori bersifat mendasar dan
bertujuan untuk memperoleh keterangan, informasi, data mengenai hal-hal yang
belum diketahui. Karena bersifat mendasar, penelitian ini disebut penjelajahan
(eksploration).
Penelitian eksploratori dilakukan apabila peneliti
belum memperoleh data awal sehingga belum mempunyai gambaran sama sekali
mengenai hal yang akan diteliti.
Penelitian eksploratori tidak memerlukan hipotesis
atau teori tertentu. Peneliti hanya menyiapkan beberapa pertanyaan sebagai
penuntun untuk memperoleh data primer berupa keterangan, informasi, sebagai
data awal yang diperlukan.
Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah
observasi di lokasi penelitian dan wawancara dengan responden. Mereka yang
dapat dijadikan responden adalah tokoh masyarakat setempat, pejabat pemerintah daerah
setempat, anggota kelompok masyarakat tertentu, semuanya yang dianggap relevan
dengan tujuan penelitian eksploratori. Penelitian eksploratori adalah semacam
studi kelayakan (feasibility study)
Misalnya, peneliti ingin memperoleh data awal tentang
kemungkinan mendirikan cabang perusahaan asuransi jiwa di kota Metro. Peneliti
menyusun daftar pertanyaan (bukan rumusan masalah) guna mengetahui potensi pemasaran
asuransi jiwa sebagai berikut:
a. Berapa jumlah penduduk di kota Metro?
b. Apa mata pencarian mereka?
c. Berapa jumlah pendapatan per kapita?
d. Apa ada perusahaan asuransi jiwa di kota Metro?
e. Bagaimana pengetahuan penduduk tentang asuransi
jiwa?
f. Apakah pernah dilakukan penelitian tentang asuransi
jiwa di kota Metro?
g. Apakah pernah dilakukan pemasaran asuransi jiwa
melalui penyuluhan kepada penduduk kota Metro?
Dan seterusnya sesuai dengan tujuan penelitian.
Berdasarkan jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut,
dan hasil analisis dapat disimpulkan apakah cukup potensial atau tidak membuka
cabang asuransi jiwa di kota Metro. Hasil penelitian eksploratori tersebut
dijadikan masukan bagi manajemen kantor pusat perusahaan asuransi jiwa untuk
mengambil keputusan apakah patut membuka kantor cabang asuransi jiwa di kota
Metro.
1.2 Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan
untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keberadaan komunitas
tertentu yang berdiam di tempat tertentu, atau mengenai gejala sosial tertentu,
atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
Pada penelitian tipe ini, peneliti biasanya sudah
memperoleh data awal atau mempunyai pengetahuan awal tentang masalah yang akan
diteliti. Pada penelitian deskriptif, seorang peneliti sudah biasa menggunakan
teori atau hipotesis.
Contoh penelitian deskriptif yang akan diperoleh
paparannya adalah mengenai: “Kesadaran hukum masyarakat pengguna jalan raya
terhadap ketertiban lalu lintas di Kota Bandar Lampung”.
Masalah yang dapat dikemukakan adalah: Faktor-faktor
apakah yang menyebabkan tingginya angka kecelakaan lalu lintas angkutan kota di
Bandar lampung?
Dugaan yang dapat diperkirakan sebagai penyebab
tingginya angka
kecelakaan lalu lintas angkutan kota adalah faktor
pengemudi angkot, pejalan kaki, pedagang kaki lima, petugas parkir, yang
tingkat kesadaran hukumnya rendah, dan faktor sarana lalu lintas yang tidak
sempurna di kota Bandar Lampung.
Apa benar demikian? Fokus penelitian adalah pada
kesadaran hukum pengemudi angkot, pejalan kaki, pedagang K5, petugas parkir,
dan sarana lalu lintas (luas jalan, pembatas jalan, trayek angkot, rambu-rambu
lalu lintas, fasilitas parkir, sebra cross, jembatan penyeberangan).
Lokasi penelitian di kota Bandar Lampung.
Faktor-faktor yang akan diungkapkan adalah faktor objektif (sarana lalu
lintas), dan faktor subjektif (manusia pengguna jalan raya).
Faktor objektif yang dapat diungkapkan meliputi:
a. Jalan dilengkapi/tidak dilengkapi dengan
rambu-rambu lalu lintas.
b. Berfungsi/tidak berfungsinya rambu-rambu lalu
lintas.
c. Jalan memakai pembatas/tidak memakai pembatas.
d. Jalan dijadikan/tidak dijadikan tempat parker.
e. Jalan ditempati/tidak ditempati oleh pedagang kaki
lima.
f. Jalan dilengkapi/tidak dilengkapi tempat
penyeberangan khusus;
g. Trayek angkot ditentukan/tidak ditentukan,
padat/tidak padat.
Faktor subjektif yang dapat diungkapkan meliputi:
a. Tingkat pendidikan
b. Pengetahuan tentang peraturan lalu lintas (UU No.14
Tahun 1992).
c. Pengetahuan persyaratan teknis kendaraan bermotor.
d. Lama pengalaman jadi supir angkot.
e. Cara memperoleh SIM.
f. Angkot milik sendiri atau pengusaha.
g. Sistem penegakan hukum lalu lintas.
Gambaran atau paparan yang diperoleh berdasarkan
faktor-faktor yang diungkapkan tadi akan menentukan tinggi/rendah tingkat
kesadaran hukum pengguna jalan raya dan keefektifan sarana lalu lintas di kota
Bandar Lampung, sehingga pelaksanaan lalu lintas menjadi semrawut/tidak
semrawut.
Menurut teori sosiologi hukum lalu lintas, makin
tinggi kesadaran hukum pengguna jalan raya, makin sempurna sarana lalu lintas,
makin kecil kemungkinan terjadi kecelakaan lalu lintas. Sebaliknya, makin rendah
kesadaran hukum pengguna jalan raya, makin tidak sempurna sarana lalu lintas,
makin besar kemungkinan terjadi kecelakaan lalu lintas. Hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah: “Makin rendah kesadaran hukum pengguna jalan raya dan makin
tidak sempurna sarana lalu lintas, makin tinggi angka kecelakaan lalu lintas”.
1.3 Penelitian Eksplanatori
Penelitian eksplanatori bersifat penjelasan dan
bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau bahkan
menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada.
Contoh penelitian eksplanatori bidang hukum keluarga
adalah mengenai: “Pengaruh kesejahteraan rumah tangga terhadap kenakalan
remaja”. Hipotesis yang akan diuji misalnya adalah “Makin sejahtera kehidupan
rumah tangga, makin rendah tingkat kenakalan remaja”.
Ternyata hasil penelitian hukum keluarga menunjukkan
pengaruh negatrif yang signifikan, berarti hipotesis itu tidak benar, harus
ditolak. Kehidupan rumah tangga masyarakat umumnya sudah sejahtera, namun tingkat
kenakalan remaja masih tinggi, ini berarti ada variabel lain yang menjadi
penyebab kenakalan remaja, tetapi luput dari penelitian, misalnya faktor siaran
televisi atau bacaan tidak mendidik (porno, kekerasan, kekejaman).
E. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN SOSIAL
Walaupun bidang ilmu sosial berbeda satu sama lainnya,
tidak berarti penelitiannya akan berbeda sama sekali antara satu sama lain.
Langkah-langkah yang akan ditempuh selalu mempunyai kesamaan.
Langkah-langkah penelitian sosial paling tidak adalah
sebagai berikut.
1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan yang
lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang
akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Rumusan masalah
dapat dibuat dalam bentuk kalimat tanya atau kalimat pernyataan, sekhusus
mungkin tetapi tetap mencerminkan adanya hubungan antara berbagai variabel.
Rumusan masalah yang jelas akan menghindari pengumpulan
data yang tidak perlu, sehingga dapat menghemat biaya, waktu, dan tenaga.
Penelitian akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai.
Para ilmuan mengatakan: Masalah yang dirumuskan dengan
baik berarti setengah dari kegiatan penelitian sudah selesai.
Adapun contoh rumusan masalah, antara lain mengenai pembagian
harta bersama akibat perceraian suami dan istri adalah sebagai berikut: “Sistem
pembagian manakah yang dianggap cocok untuk dijadikan dasar pembagian harta
bersama akibat perceraian antara suami dan istri” di daerah Lampung?
Mengapa sistem pembagian yang dijadikan masalah?
Karena hukum waris yang berlaku di Indonesia masih pluralistis, ada yang
mengikuti ketentuan KUHPdt, ada yang mengikuti ketentuan hukum adat, dan ada
yang mengikuti ketentuan hukum Islam. Dalam rumusan masalah tersebut terdapat
beberapa faktor yang termasuk dalam lingkup masalah, yaitu:
a. perceraian suami istri (sebab);
b. pembagian harta bersama (akibat);
c. sistem pembagian yang dianggap cocok (instrumen).
d. daerah Lampung (lokasi penelitian).
2. Strategi Penelitian (Pendekatan Masalah)
Setiap bidang ilmu mempunyai karakteristik
penelitiannya masing-masing, termasuk juga ilmu-ilmu sosial. Khusus mengenai strategi
penelitian (pendekatan masalah) sangat tergantung pada jenis penelitian.
Pendekatan masalah adalah proses penyelesaian atau mencari solusi yang efektif
dan efisien terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan sehingga mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Dalam ilmu sosial dikenal tiga jenis penelitian, yaitu
penelitian
normatif, penelitian terapan, dan penelitian empiris.
2.1 Penelitian Normatif
Pada penelitian normatif, pendekatan masalah yang
dapat digunakan umumnya adalah content
analysis approach. Untuk menggunakan content
analysis approach, peneliti lebih dahulu telah merumuskan masalah dan
tujuan penelitian.
Masalah dan tujuan penelitian perlu dirumuskan secara
rinci, jelas,
akurat. Makin rinci, jelas, dan akurat rumusan masalah,
makin jelas, luas, dan pasti tujuan yang akan dicapai.
Dalam konteks penelitian normatif, ada tiga tipe
pendekatan content analysis, yaitu:
a. Pendekatan eksploratori (exploratory approach)
Pendekatan tipe ini adalah tingkatan pertama dan
sederhana yang
digunakan peneliti dalam content analysis approach.
Pada tipe ini, peneliti bertujuan untuk memperoleh data awal melalui kegiatan
penjelajahan (exploration) terhadap
objek penelitian.
Di sini peneliti belum memiliki data/informasi sama sekali
mengenai objek penelitian. Untuk memperoleh data/informasi awal itu, peneliti
menyusun daftar pertanyaan penuntun (bukan rumusan masalah) sesuai dengan
kebutuhan.
Jawaban yang diperoleh atas pertanyaan penuntun dalam penjelajahan,
kemudian disusun secara lengkap, rinci, dan sistematis sebagai data/informasi
awal untuk pengambilan keputusan.
b. Pendekatan tinjauan/ulasan (review approach)
Pendekatan tipe ini adalah tingkatan kedua yang
digunakan peneliti dalam content analysis
approach. Pada tipe ini, peneliti bertujuan untuk memperoleh gambaran
lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek normatif yang
dibahas atau diulas.
Pada tipe ini, peneliti melakukan tinjauan dari
berbagai aspek filosofis, sosiologis, yuridis, guna mengungkapkan
ketidaksempurnaan, kelemahan, kekurangan, kecerobohan, kerugian, mudharat dari
ketentuan acuan normatif yang menjadi objek penelitian. Ketidaksempurnaan
tersebut akan menghambat pembangunan, merugikan kepentingan masyarakat,
pihak-pihak, bahkan negara.
c. Pendekatan analisis komprehensif (comprehensive analysis)
Pendekatan tipe ini adalah tingkatan ketiga dan
tertinggi serta lebih lengkap dan rinci dalam content analysis approach
dibandingkan dengan tipe review approach.
Pada tipe ke-3 ini, peneliti mengungkapkan tidak hanya
segi ketidaksempurnaan, tetapi juga segi keunggulan, dan sekaligus menunjukkan solusi
terbaik dan tepat yang perlu dilakukan oleh tokoh masyarakat atau pembuat
undang-undang, atau pengambil keputusan. Pendekatan comprehensive analysis adalah tipe analisis yang paling berbobot
dari segi akademik dan teknik perundang-undangan.
2.2 Penelitian Terapan
Pada penelitian terapan, pendekatan masalah yang dapat
digunakan adalah applied approach.
Untuk menggunakan applied approach, peneliti lebih dahulu telah merumuskan
masalah dan tujuan penelitian serta langkah-langkah yang akan ditempuh.
Makin rinci, jelas, dan akurat rumusan masalah, makin jelas,
luas, dan pasti tujuan yang akan dicapai berdasarkan langkah-langkah yang
ditempuh dalam penelitian terapan. Rumusan masalah dan tujuan penelitian
dijadikan dasar pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta dasar
pembuatan sistematika hasil penelitian terapan.
Analisis data dilakukan secara kualitatif,
komprehensif, dan lengkap, sehingga menghasilkan produk penelitian terapan yang
lebih sempurna.
3.
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian sosial pada
dasarnya merupakan uraian singkat tentang kerangka penelitian yang akan
dilakukan. Rancangan penelitian sangat penting bagi seorang peneliti, di samping
berisikan garis-garis besar pelaksanaan penelitian, juga dapat menjadi sarana
untuk memperoleh dana pembiayaan dari pihak lain.
Dilihat dari segi sistematika isi dan format rancangan
penelitian, dalam praktiknya tidak ada keseragaman. Kadang-kadang tergantung juga
pada lembaga, instansi, atau institusi masing-masing atau pihak pemberi dana.
Pada perguruan tinggi tertentu biasanya telah
ditetapkan sistematika dan format berdasarkan buku pedoman yang telah disepakati.
Biasanya rancangan penelitian sosial diwujudkan dalam bentuk proposal
penelitian (research proposal).
4. Observasi dan Wawancara
Observasi adalah kegiatan yang dilakukan di lokasi
penelitian. Ada dua jenis observasi, yaitu observasi prapenelitian berupa
peninjauan di lapangan, penjajagan awal mengenai segala hal yang berhubungan
dengan penyusunan rancangan penelitian dan kemungkinan memperoleh data yang
diperlukan.
Selain itu, observasi merupakan kegiatan pengumpulan
data di lokasi penelitian dengan berpedoman pada alat pengumpul data yang sudah
disiapkan lebih dahulu.
Alat pengumpul data di lapangan dibuat berdasarkan
rancangan penelitian. Penyusunan alat pengumpul data dilakukan dengan teliti
karena menjadi pedoman pengumpulan data yang diperlukan.
Selain observasi, alat pengumpul data biasanya
berbentuk kuesioner, baik tertutup maupun terbuka, dan pedoman wawancara.
5. Pengolahan dan Analisis Data
Apabila data sudah terkumpul, maka langkah selanjutnya
adalah mengolah dan menganalisis data. Langkah ini sangat penting dalam
penelitian sosial. Apabila kurang dipahami dan tidak dikerjakan dengan sungguh
sungguh, maka hasil penelitian kurang memuaskan.
Terhadap data yang sudah terkumpul dan diolah,
peneliti segera menetapkan analisis apa yang sekiranya dapat dilakukan, analisis
kualitatif, atau kuantitatif, atau kedua duanya. Pada tahap analisis data, secara
nyata kemampuan metodologis peneliti diuji karena pada tahap ini ketelitian dan
pencurahan daya pikir diperlukan secara optimal.
Di sini diperlukan ketajaman berpikir. Apabila
analisis data yang dilakukan tidak sesuai dengan tipe dan tujuan penelitian
serta karakteristik data yang terkumpul, maka akibatnya sangat fatal.
Apabila data yang terkumpul kebanyakan bersifat
pengukuran (berupa angka angka), maka analisis dilakukan secara kuantitatif.
Tetapi apabila sulit diukur dengan angka, maka analisis data dilakukan secara
kualitatif.
Pada penelitian sosial umumnya seringkali digunakan
analisis kualitatif. Data yang sudah dianalisis dibuat dalam bentuk laporan penelitian.
Mengapa penelitian sosial seringkali menggunakan analisis kualitatif? Menurut
Bambang Waluyo, analisis kualitatif digunakan apabila:
a. Data yang terkumpul tidak berupa angka yang dapat
diukur.
b. Data yang terkumpul sukar diukur dengan angka.
c. Hubungan antar variabel tidak jelas.
d. Sampel lebih bersifat nonprobabilitas.
e. Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan
observasi.
f. Penggunaan teori sosial yang relevan sangat
diperlukan.
g. Penggunaan analisis kualitatif sangat tepat pada
penelitian eksploratory, deskriptif, dan normatif.
Analisis kuantitatif baru digunakan apabila data yang
diperoleh menunjukkan hal-hal seperti berikut:
a. Data berupa gejala yang terdiri dari angka-angka.
b. Sampel diambil dengan metode yang cermat dan
teliti.
c. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner
tertutup.
d. Hubungan antar variabel sangat jelas.
e. Peneliti harus menguasai teori yang relevan
Analisis kuantitatif lebih banyak digunakan pada penelitian
eksplanatori. Tetapi pada penelitian deskriptif, analisis kualitatif dan
kuantitatif dapat digunakan bersama-sama.
Penulisan Laporan Penelitian
Laporan penelitian merupakan hasil penyajian data yang
sudah diolah dan dianalisis ke dalam bentuk suatu karya tulis ilmiah. Penulisan
laporan penelitian merupakan kerja terberat bagi peneliti.
Peneliti diuji kemampuannya menulis karya ilmiah
dengan menggunakan bahasa, kaidah penulisan ilmiah, sistematika isi, dan format
yang baik dan benar sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah.
Penulisan laporan penelitian memerlukan keahlian
tersendiri. Melalui penulisan laporan penelitian akan diketahui kemampuan
ilmiah peneliti paling sedikit meliputi empat aspek kemampuan berikut ini:
a. Kemampuan menerapkan teori yang relevan.
b. Kemampuan menerapkan metode penelitian yang tepat.
c. Kemampuan membuat sistematika dan format laporan.
d. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian, Suatu
Pendekatan Praktek. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Bachtiar, Harsja. 1981. Penggolongan Ilmu Pengetahuan.
Depdikbud. Jakarta.
Dirdjosisworo, Soedjono. 1998. Pengantar Ilmu Hukum.
Penerbit Rajawali. Jakarta.
Huijbers, Theo. 1995. Filsafat Hukum. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian
Hukum. Penerbit Citra Aditya Bakti. Bandung.
Koentjaraningrat, Ed. 1983. Metode-Metode Penelitian
Masyarakat. Penerbit Gramedia. Jakarta.
Musa, Mohammad dan Titi Nurfitri. 1988. Metodologi
Penelitian. Penerbit Fajar Agung. Jakarta
Nazir, Mohammad. 1985. Metode Penelitian. Penerbit
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum.
Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Vredenbregt, J. 1981. Metode dan Teknik Penelitian
Masyarakat. Penerbit Gramedia. Jakarta.
Waluyo, Bambang. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktik.
Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.
Yin, Robert K. 1989. Case Study Research : Design and
Methods. SAGE Publications Inc. California, London, New Delhi.