Laman

Minggu, 29 Desember 2013

RESPEK dan PERSOALAN EKONOMI MASYARAKAT KAMPUNG DI PAPUA


1. Pengantar
Masalah terbesar di Provinsi Papua yang mendesak dan membutuhkan penanganan cepat adalah masalah kemiskinan. Saat ini tercatat lebih dari 50% penduduk Provinsi Papua di kampung masuk kategori miskin pada 2007. Sedangkan jika digabungan antara kampung  dan kota presentase kemiskinan tingkat kemiskinan 40,78%. Kondisi ini merupakan yang tertinggi di Indonesia secara nasional,
Kota Jayapura merupakan  wilayah dengan penduduk miskin terbesar sebanyak yakni mencapai 52,11%. Kondisi ini dipengaruhi oleh arus urbanisasi dari desa ke kota tanpa diimbangi dengan ketrampilan yang cukup untuk ikut berperan dalam perekonomian kota. Pada sisi lain juga disebabkan oleh kurangnya kapasitas pembuat kebijakan dalam mengantisipasi hal tersebut. Wilayah kabupaten dengan prosentase penduduk miskin terbesar adalah Kabupaten Jayawijaya yakni mencapai  50,31%.
Gubernur Provinsi Papua, kemudian mempromosikan visi pembangunan yang berbasis kepada kampung. Visi ini kemudian dirumuskan dalam Rencana Strategis Pembangunan Ekonomi Kampung (RESPEK). Melalui skema PNPM-RESPEK, pemerintah menyalurkan dana Rp. 100 juta kepada setiap kampung untuk dimanfaatkan bagi pembangunan kampung.
Program RESPEK dimulai sejak Tahun 2006. Melalui dana yang diberikan tersebut pemerintah provinsi berharap dapat merevitalisasi kegiatan ekonomi di kampung. Untuk memperoleh dana tersebut, penduduk kampung membentuk kelompok kegiatan ekonomi yang kemudian mengajukan usulan proyek untuk didanai. Dalam banyak segi sebenarnya program RESPEK mirip dengan  Program Pembangunan Kecamatan (PPK) yang berlaku di seluruh Indonesia sejak Tahun 1998.
Untuk mensukseskan program ini di Papua, World Bank sejak Tahun 2006 telah memfasilitasi penyediaan dana pendampingan kepada Provinsi Papua sebagaimana diminta oleh Pemerintah Pusat. Selanjutnya World Bank membantu pemerintah untuk merubah program PPK menjadi RESPEK di Papua sehingga cocok dengan visi gubernur Barnabas Suebu tentang pembangunan berbasis kampung dan peran tersebut terus berlanjut hingga saat ini.

2. Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan
Pemerintah menekankan pada pembangunan berbasis kampung (Respek). Dalam program ini pemerintah provinsi menekankan pada tiga isu penting dalam pembangunan, yaitu keberpihakan, pemberdayaan dan kemandirian. Keberpihakan direncanakan karena orang asli Papua tidak menang bersaing secara terbukan dengan orang non Papua (pendatang), karena kualitas sumber daya manusia orang asli Papua yang masih rendah. Keberpihakan ini ditandai dengan dana Respek (Rencana Strategis Pengembangan Kampung) senilai 100 juta ke setiap kampung. Penggunaan uang tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan persyaratan yaitu harus ada perencanaan, pelaksanaan, pelaporan sebagai tanggungjawab penggunaan dana tersebut. Respek memang memiliki orientasi untuk memberdayakan masyarakat Papua yang tinggal di kampung, namun pelaksanaan belum menyentuh aspek pemberdayaan yang menjadi tujuan utama program tersebut. Hal ini disebabkan oleh
1        Sebagian dana Respek telah dicairkan pemerintah provinsi ke seluruh kampung sebanyak dua, namun sampai saat ini masyarakat kampung belum memiliki rencana pembangunan dari pengalokasian dana Respek tersebut.
2        Respek diharapkan dapat mendorong masyarakat dalam membangun perekonomiannya, namun kecenderungan dana Respek hanya untuk dibagi-bagi saja.
Di sisi lain dari Laporan Dr. Johanis Sumarto anggota DPR Papua dari partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) secara garis besar ia mengatakan “ Respek hanya menghambur-hamburkan uang”. Terdapat enam program pokok dalam program respek yaitu gizi dan makanan, kesehatan, pendidikan, ekonomi, infrastruktur dan pemerintahan kampung. Namun tidak mengetinya masyarakat dan belum adanya pendampingan dalam perencanaan dan pengunaan dana tersebut, maka yang dilakukan oleh masyarakat adalah membagi-bagi dana itu. Hal ini dikarenakan oleh;
-        Pertama, masyarakat kampung belum mampu untuk merencanakan penggunaan dana respek tersebut.
-        Kedua, fasolitator tidak memahami persoalan yang dihadapi oleh kampung-kampung yang ada di Papua.
-        Ketiga, pendampingan sangat urgen dalam membantu masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan Respek belum memadai.
Hal ini mengakibatkan Respek belum jalan optimal, padahal dalam tataran konsep sudah sangat baik, namun dalam tataran implementasi bermasalah.

3. Respek dan Persoalan Dalam Hidup Masyarakat
Respek merupakan salah satu program yang dicanangkan di masa kepemimpinan Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu (2006-2011). Kendatipun diklaim sebagai sebuah strategi pemberdayaan masyarakat, Respek masih bertumpu pada inisiatif pemerintah. Karena itu, bila Respek tidak dipahami dan dilaksanakan dengan baik, Respek berpotensial menciptakan, empat bentuk akibat pembangunan bagi masyarakat Papua.
Pertama, sikap ketergantungan. Sumber pembiayaan utama Respek adalah dana transfer pemerintah Provinsi Papua ke rekening masyarakat di kampung-kampung. Dana sebesar Rp 100 juta per kampung itu dialokasikan setiap tahun. Juga, berkerja sama dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri, dana APBN pun ditambahkan ke dalam Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dana yang diberikan bisa mencapai Rp 200-300 juta per kampung. Dengan dana PNPM Respek-Mandiri, fasilitas kampung cepat direalisasikan secara murah. Namum, tanpa sadar cara ini menggiring masyarakat ke dalam situasi ketergantungan pada bantuan (dana) pemerintah. Tercipta suatu kebiasaan masyarakat bahwa tanpa kerja keras pun, mereka tetap mendapatkan uang dari pemerintah. Kebiasaan bekerja keras akan makin punah oleh budaya harap gampang. Masyarakat kampung menjadi penerima hadiah atau gula-gula manis dari pemerintah.
Kedua, pemaksaan Kerja. Penyaluran dana Respek terhadap masyarakat bukan diberikan secara gratis. Masyarakat diharuskan untuk bekerja sesuai dengan tuntutan yang diberlakukan oleh pemerintah. Bagi keluarga atau kampung yang mau menerima dana Respek diharuskan untuk bekerja, misalnya di Sugapa paroki Bilogai diharuskan membuat kolam dan kandang kelinci. Program Respek seperti ini sering tidak kena konteks, karena tidak sesuai dengan pola kerja orang setempat. Kalau tidak sesuai dengan konteks maka hasilnya pun tidak maksimal, misalnya kolam. Apakah dalam kolam itu ada ikan atau tidak, bagi pemerintah itu tidak menjadi persoalan yang penting secara fisik kolam itu ada.
Ketiga, Penyalagunaan Uang. Walaupun Respek bertujuan untuk menyejahterahkan rakyat, tetapi dana yang diberikan digunakan untuk minuman keras (Miras), main judi dan lainnya. Dengan Respek secara umum boleh dikatakan menimbulkan banyak persoalan baru dalam hidup masyarakat. Dalam pengelolahan Respek saja tidak maksimal dilaksanakan masyarakat. Uang Respek kebanyakan digunakan untuk membayar maskawin dan meyelesaikan masalah-masalah. Sebab terjadi demikian, karena tidak ada control yang intensif dari pihak yang berwenang. Karena itu, masyarakat tidak megelola uang itu dengan baik pula. Masyarakat gunakan tidak sesuai dengan visi Respek yang dicanangkan. Mungkin sebenarnya tujuan dari Respek sangat bagus di atas kertas, namun kenyataannya tidak sejalan. Tetapi pemerintah mengharuskan untuk membuat laporan, sesuai dengan pengelolahan uang di lapangan.
Kadang masyarakat membuat laporan yang sebenarnya tidak benar. Ini berarti masyarakat menipu pemerintah dan pemerintah menipu rakyat. Kalau realitas demikian adanya, maka boleh dikatakan dan memang realitas menunjukkan bahwa masyarakat sangat belum siap menerima perubahan yang terjadi.
Ketiga, konflik. Dana yang disalurkan pemerintah provinsi Papua ke kampung-kampung, di satu sisi, menjadi sumber pembiayaan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tapi di sisi lain, potensial melecut konflik dalam masyarakat dan benturan-benturan kewenangan pada tingkatan-tingkatan pemerintahan. Ini dapat terjadi ketika penyalurannya dirasakan tidak adil kepada masyarakat. Potensi ketidakadilan program Respek memang telah diantisipasi melalui mekanisme musyawarah di tingkat kampung. Kerapkali juga mekanisme ini dimanipulasi oleh para elite kampung, baik dalam pemerintahan formal maupun adat. Hal ini diperburuk oleh rendahnya tingkat pemahaman, informasi yang tidak utuh. Bila hal ini tidak diatasi, bukan tidak mungkin dana Respek bisa menciptakan konflik atau memperlebar konflik yang mungkin telah ada.
Keempat, politik. Sepintas program Respek tampak sebagai program pembangunan biasa, tapi bila diteliti maka merupakan bagian dari politik pemerintah mengatasi gejolak politik di Tanah Papua. Status otonomi khusus yang diterima Provinsi Papua melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 berorientasi politik “pembungkaman” aspirasi Papua merdeka. Hal ini diberlakukan untuk menghindarkan masyarakat Papua dari membicarakan hal-hal substansial dan multidimensional yang melilit mereka. Kendatipun banyak hal yang berusaha didekati Undang-Undang No. 21 Tahun 2001, seperti isu identitas, sejarah, sosial-budaya, ekonomi, politik dan hak asasi manusia, ternyata lebih ditonjolkan pendekatan moneter: triliunan rupiah dikucurkan ke Papua. Program Respek bisa menjadi instrumen untuk meraih dukungan masyarakat guna mempertahankan kekuasaan. Pengucuran dana ke kampung-kampung tampak pro-rakyat, namun menjadi investasi politik yang besar. Karena itu, otoritas kekuasan yang sedang berjalan harus dipertahankan demi tetap jalannya aliran dana. Hal ini akan jelas saat pemilihan gubernur.

4. Kurangnya Kontrol Pemerintah Terhadap Penyaluran Dana Respek
Tidak dipungkiri bahwa di kampung-kampung dana Respek sudah menjadi sumber datangnya uang bagi masyarakat lokal. Setiap tahun dana itu dikucurkan kepada rakyat, tanpa memperhitungkan berhasil atau tidaknya penggunaan dana Respek teresebut. Dalam hal ini pemerintah tidak berhasil dan gagal total. Terkesan ada proses pembiaran pengolahan ekonomi rakyat. Sehingga masyarakat secara bebas menggunakan dana Respek yang diterimanya. Seharusnya pemerintah yang berwenang harus mengontrol apakah masyarakat atas berhasil-tidaknya mengelolah ekonominya, tetapi hal ini pun tidak dilakukan, maka dengan sebebas-bebasnya masyarakat menggunakan dana itu sesuai kebutuhan yang diperlukan. Dana itu digunakan entah kapan saja, ia mau gunakan.
Kebebasan menggunakan uang berawal dari penyerahan uang oleh pendamping respek kepada masyarakat, melalui kepala kampung (langsung diserahkan kepada Ketua team yang sudah ditunjuk oleh Masyarakat). Setelah penyerahan itu, para pendamping meninggalkan tempat itu, sehingga tidak ada proses selanjutnya yang dilakukan oleh pendamping Respek. Setetelah penyerahan mereka menganggap tugasnya selesai. Hal ini berakibat fatal dengan tujuan Respek yang sebenarnya. Oleh karena itu, pemerintah harus mengevaluasi cara kerja para pendamping Respek, agar tidak terkesan dari sisi konsep RESPEK memang program yang ideal, tapi dari sisi penyerapan tidak kena pada sasaran yang sebenarnya.

5. Pastoral Partisipatif Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat
Membangun karya pastoral bertujuan untuk perubahan sosial di tengah masyarakat. Perubahan yang berfocus pada kehidupan sehari-hari dan masalah-masalah riil yang dihadapi umat. Untuk melasksanakan pastoral partisipatif bersama umat, tidak harus memulai dari kekosongan. Sudah ada banyak pemikiran dan kebiasaan baik ada dalam umat kita, yang dapat kita kembangkan untuk memperkuat sosial ekonomi tersebut. Ekonomi umat ini hanya dapat dibangun di atas dasar saling percaya.
Demikian pula, patut kita menghargai sejumlah inisiatif dan program yang diambil pemerintah dan kekuatan ekonomi berskala besar, misalnya Respek. Untuk berpartisipasi dalam memberdayakan umat, agar tidak melahirkan pola ketergantungan kepada pemerintah, diperlukan pola pastoral bisa memantau secara kritis dari penggunaan dana respek itu. Dasar untuk memberdayakan ekonomi umat mestinya dibangun dalam kerangka Komunitas Basis, dan Koperasi-koperasi umat. Kerangka ini pasti ada di tiap-tiap Paroki di Papua.
Komunitas Basis, sebagai cara menggereja secara baru yang perlu menjadi wadah saling menguatkan dalam iman, yang membuahkan usaha-usaha yang nyata. Dalam konteks ini pastoral partisipatif memiliki peran yang penting. Para pastor atau timpas memiliki peran untuk menjelaskan atau melakukan pembinaan atau pelatihan atau dana Respek yang dikucurkan dalam jumlah yang tinggi. Kalau ada penjelasan, pembinaan dan pelatihan tentang pemberdayaan ekonomi terhadap umat di kombas, pasti mereka memiliki pemahaman baru. Hal ini harus dijadwalkan, agar tidak terputus dan tidak berhasil.
Koperasi-koperasi Umat, hendaknya dikelola sebagai bentuk usaha bersama yang memperhatikan secara umum Orang Muda Katolik, Wanita Katolik dan lainnya. Lebih khusus kepada kaum lemah (mereka yang secara materil berkekurangan) dan mampu secara aktif melakukan usaha ekonomi. Pastosal partisipatif sangat memiliki peran dalam memdorong dan memberdayakan umat. Khususnya saat diberkan dana Respek, pastor atau yang memiliki tugas ini harus bekerja keras untuk melakukan pemotongan atau sumbangan demi koperasi mereka. Hal ini tidak terlepas dari proses pembinaan, pelatihan dalam mengatur keuangan dan banyak kegiatan lainnya yang bisa dilakukan.

6. Penutup
Dalam tilisan ini, sudah banyak ditulis berbagai macam kekuarangan dan kelebihan terhadap pemberlakuan Respek. Di satu sisi, Respek bisa membagi uang kepada rakyat, yang sebelumnya tidak tahu-menahu tentang uang. Boleh dikatakan demikian karena respek diberlakukan bukan di kota-kota, melainkan di kampung-kampung. Kalapun masyarakat tahu uang, tetapi dalam angka yang tidak setinggi Respek. Hal ini sebagai sala satu pemahaman baru bagi masyarakat local. Di sisi lain, respek tidak membawa perubahan, karena jika diteliti lebih jauh ada sebab-sebab baru yang timbul dalam masyarakat, judi, miras (minum minuman keras), seks bebas (uang dari dana respek) dan berbagai macam persoalan lain yang muncul.
Dalam hal ini, Respek Gagal total. Sebab terjadinya kegagalan karena kurangnya control pemerintah terhadap cara pakai masyarat atas uang itu. Kalau kurangnya control jelas bahwa masyarakat menggunakannya sesuai kebebasannya. Maka perlu ada evaluasi pemerintah terhadap implementasi Respek dan melihat sisi baik dan buruknya. Kalau demikian terus adanya, Respek gagal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar