Laman

Kamis, 26 Desember 2013

OPTIMALISASI PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN DPRD DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Pengawasan adalah salah satu pilar terpenting dalam proses bernegara. Fungsi pengawasan dilaksanakan untuk menjamin terwujud dan efektifnya kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
Pemerintahan Daerah di era otonomi daerah dihadapkan pada berbagai tekanan dan tantangan untuk meningkatkan efisiensi dan profesionalisme birokrasi. Berbicara tentang pemerintahan daerah tidak terlepas dari dua unsur penting didalamnya, yaitu : (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga pemerintahan daerah yang melaksanakan fungsi pemerintahan daerah sebagai mitra pemerintah daerah, dan (2) Lembaga eksekutif daerah (pemerintah daerah), yaitu Kepala Daerah beserta jajarannya.
Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya berarti pemberian kewenangan dan kekuasaan kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, maka pemberian kewenangan dan kekuasaan yang luas tersebut harus diikuti dengan pengawasan yang kuat. Di era otonomi daerah, pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPRD menjadi kian penting, karena pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola berbagai urusan dan kebijakan di tingkat daerah.
Pada dasarnya, jika pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, DPRD dapat melaksanakan fungsi pengawasan secara minimal. Tetapi jika dalam pelaksanaan banyak terjadi penyimpangan, maka pelaksanaan fungsi ini harus maksimal. Penguatan fungsi pengawasan ini dapat dilakukan salah satunya melalui optimalisasi fungsi dan peran DPRD sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) bagi eksekutif daerah (Mardiasmo, 2004).
Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah secara tegas dinyatakan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi terpenting DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pengawasan semestinya merupakan salah satu fungsi yang paling intensif yang dapat dilakukan lembaga DPRD. Fungsi pengawasan yang dijalankan DPRD dalam konteks sebagai lembaga politik merupakan bentuk pengawasan politik yang lebih bersifat strategis dan bukan pengawasan teknis administrasi. Ini menunjukkan bahwa fungsi pengawasan yang diemban DPRD dalam tataran pengendalian kebijakan guna menciptakan check and balances. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD kepada eksekutif substansinya adalah mengarah pada pengawasan politik atau kebijakan.
Sementara itu pengawasan administrasi dilakukan oleh lembaga yang dibentuk oleh negara/ pemerintah yakni Badan Pengawasan Keuangan (BPK), dan Lembaga Pengawasan Fungsional lainnya (BPKP, Irjen pada Kementerian/Lembaga Non Departemen, Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) di Propinsi dan Kabupaten/Kota).
Salah satu bentuk pengawasannya adalah DPRD bertindak sebagai lembaga pengendali atau pengontrol yang dapat menyetujui atau bahkan menolak sama sekali ataupun menyetujui dengan perubahan-perubahan tertentu terhadap rancangan peraturan daerah yang akan ditetapkan menjadi Perda. Hal ini dapat dipahami bahwa sebenarnya lembaga DPRD itu adalah lembaga politik.
Pertama-tama yang harus dipahami sebagai lembaga politik adalah sifatnya sebagai lembaga politik tercermin dalam fungsinya untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Perspektif sebagai lembaga politik, prasyarat pokok untuk menjadi anggota parlemen itu adalah kepercayaan rakyat, bukan prasyarat keahlian yang lebih bersifat teknis daripada politis. Meskipun seseorang bergelar Prof. Dr., jika yang bersangkutan tidak dipercaya oleh rakyat, ia tidak bisa menjadi anggota DPRD. Sebaliknya, meskipun seseorang hanya tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), tetapi ia mendapat kepercayaan dari rakyat, maka yang bersangkutan “legitimate” untuk menjadi anggota DPRD (Priyono, W., tt.).
Akan tetapi berbagai kasus yang terjadi dilingkungan DPRD belakangan ini mengindikasikan bahwa kredibilitas DPRD sebagai lembaga pengawasan politik diragukan. Salah satu penyebab utamanya adalah bahwa banyak kelompok dalam DPRD sendiri belum mampu melaksanakan tata pemerintahan yang baik dan demokratis. Singkatnya, jika DPRD tidak dapat menjadikan dirinya sebagai lembaga yang bersih dan berwibawa, maka fungsi pengawasan akan cenderung tidak efektif dan sekedar menjadi alat politik kepentingan. Contoh yang bisa dilihat adalah kasus korupsi yang banyak dilakukan oleh DPRD. Hal ini menunjukkan jika anggota DPRD tidak melaksanakan tata pemerintahan yang baik dan demokratis. Selain itu dengan maraknya kasus korupsi dikalangan DPRD membuat kepercayaan masyarakat berkurang.
Selain itu, masyarakat juga mengkritik bahwa anggota DPRD dinilai tidak professional. DPRD dianggap tidak professional karena belum/tidak mampu mengoptimalkan fungsi pengawasan, sehingga penyerapan anggaran oleh eksekutif berjalan nyaris tanpa pengawasan yang berarti. Akibatnya, pembangunan yang seharusnya bermanfaat untuk rakyat, cenderung dilaksanakan secara “asal-asalan” oleh pemerintah daerah.
Setidaknya ada tiga anggapan yang sering muncul tentang pelaksanaan fungsi DPRD. Pertama, DPRD dianggap kurang mampu melaksanakan fungsinya sebagai mitra yang seimbang dan efektif terhadap Kepala Daerah. Anggapan ini umumnya muncul dari para pengamat politik yang cenderung menilai peranan Kepala Daerah masih cukup dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kedua, DPRD dianggap terlalu jauh mencampuri bidang tugas Kepala Daerah, sehingga cenderung menyimpang dari fungsi utamanya sebagai badan pemerintahan daerah yang menyelenggarakan fungsi legislasi dan pengawasan. Anggapan ini muncul dari pejabat eksekutif daerah. Ketiga, DPRD dianggap tidak memperoleh kesempatan yang seimbang dengan Kepala Daerah untuk merumuskan kebijakan pemerintahan daerah. Anggapan ini umumnya muncul dari kalangan anggota DPRD (Halilintar, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD masih lemah.
Lemahnya pengawasan oleh DPRD, diindikasikan dari banyaknya pengaduan masyarakat tentang ketidakberesan pelaksanaan pembangunan. Namun disayangkan tidak mendapat respons dan perhatian yang memadai oleh anggota DPRD. Fungsi pengawasan masih dianggap sepele oleh mayoritas anggota DPRD. Namun hal yang berbeda terjadi, apabila pengawasan terkait anggaran. Anggota cenderung lebih tanggap terhadap hilangnya anggaran. Kalau melaksanakan fungsi pengawasan anggaran, DPRD cukup tanggap dan sering berebut antara sesama anggota DPRD untuk menanganinya. Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi jika terkait dengan pengawasan pembangunan, anggota DPRD cenderung kurang tanggap dan terkesan ogah-ogahan (Parjiyono, Y., 2010).
Masih banyak diantara anggota dewan yang belum memahami fungsi pengawasan yang seharusnya dilaksanakan oleh DPRD dalam panyelenggaraan pemerintahan daerah. Perlu dipahami pula bahwa dalam sistem pengawasan selain meliputi pengawasan politik, dikenal pula pengawasan fungsional, pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat, sehingga dapat dihindari adanya tumpang tindih (over lapping) diantara berbagai lembaga pengawasan dalam melaksanakan fungsinya, pada giliranya diharapkan efektivitas sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah tertib dan lancar dalam suasana yang kondusif dapat tetap terjaga. Jika ini tidak dipahami oleh anggota DPRD, maka tidak mustahil akan terjadi gesekan antara DPRD dengan lembaga-lembaga pengawas yang ada (Prawiro, D.S., 2010).

1.2 Masalah
            Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana kedudukan dan fungsi dari DPRD?
2.      Bagaimana fungsi pengawasan oleh DPRD?
3.      Bagaimana optimalisasi fungsi pengawasan oleh DPRD?

1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana kedudukan dan fungsi DPRD
2.      Untuk mengetahui tentang fungsi pengawasan oleh DPRD
3.      Untuk mengetahui bagaimana optimalisasi fungsi pengawasan DPRD















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Kedudukan dan Fungsi DPRD
Kedudukan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan pasal 76 UU nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Sedangkan fungsi dari DPRD adalah:
a.       Legislasi
b.      Anggaran
c.       Pengawasan
Fungsi DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota diseragamkan. Hal ini dirinci lagi dalam penjelasan pasal 61 dan pasal 77 UU nomor 22 tahun 2003. Secara detail masing-masing fungsi tersebut adalah sebagai berikut :
A.    Fungsi Legislasi
DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi berperan sebagai pembuat kebijakan (policy maker) dan bukan pelaksana kebijakan (policy implementer) di daerah. Artinya, antara DPRD sebagai pejabat publik dengan masyarakat sebagai stakeholders ada kontrak sosial yang dilandasi dengan fiduciary duty (Kartiwa, A., 2006). Oleh karena itu, fiduciary duty ini harus dijunjung tinggi dalam setiap proses fungsi legislasi.
Fungsi legislasi meliputi :
a.       Mencabut Peraturan Daerah (perda) yang usang.
b.      Mengusulkan perda baru.
c.       Perubahan dan revisi perda yang tidak sesuai dengan peraturan di atasnya.
d.      Membuat perda baru.
e.       Adanya insiatif dari anggota DPRD untuk perda.
f.       Adanya insiatif dari masyarakat untuk perda dan memprogram semua Rancangan Peraturan Daerah (raperda) dalam periode setahun yang berkoordinasi dengan pihak ekskutif.
Secara umum tugas dewan pada aspek legislasi sudah dapat dilaksanakan dengan cukup baik, akan tetapi masih lemah dalam membuat perda inisiatif. Beberapa kelemahan dari anggota DPRD terkait dengan tugas legislasi ini, antara lain :
a.       Belum maksimalnya kemampuan anggota DPRD dalam keilmuan legal drafting.
b.      Kurangnya sosialisasi perda terhadap masyarakat.
c.       Kurang adanya konsultasi publik, sehingga masyarakat kurang berpartisipasi dalam pembuatan perda yang partisipatif
d.      Belum adanya staf ahli di bidang hukum untuk pendalaman dan perancangan perda inisiatif DPRD.
e.       Perlu ditingkatkan adanya kajian raperda dari beberapa komponen masyarakat sesuai dengan perda yang akan dibahas.

B.     Fungsi Anggaran DPRD
Fungsi penganggaran merupakan penyusunan dan penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah bersama-sama pemerintah daerah. DPRD dalam menjalankan fungsi ini harus terlibat secara aktif, proaktif, dan bukan reaktif dan sebagai legitimator usulan APBD ajuan pemerintah daerah (Kartiwa, A., 2006).
DPRD berperan dalam membahas dan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Terkait fungsi anggaran, beberapa prinsip yang terkandung di dalamnya antara lain :
a.       DPRD harus memegang teguh prinsip kemanfaatan anggaran bagi masyarakat;
b.      Anggaran diarahkan pada anggaran berbasis kinerja;
c.       Disiplin anggaran;
d.      Transparansi anggaran, dan value of money yang merupakan aspek ekonomi, effisiensi dan efektif.
e.       Semua bentuk pengadaan barang, pengelolaannya, serta pengelolaan keuangan yang terukur.

C.    Fungsi Pengawasan DPRD
Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi pengawasan ini mengandung makna penting, baik bagi pemerintah daerah maupun pelaksana pengawasan. Bagi pemerintah daerah, fungsi pengawasan merupakan suatu mekanisme peringatan dini (early warning system), untuk mengawal pelaksanaan aktivitas mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi pelaksana pengawasan, fungsi pengawasan ini merupakan tugas mulia untuk memberikan telaahan dan saran, berupa tindakan perbaikan (Kartiwa, A., 2006).
Tujuan utama pengawasan DPRD, antara lain:
a.       Menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana;
b.      Menjamin kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan;
c.       Menumbuhkan motivasi, perbaikan, pengurangan, peniadaan penyimpangan;
d.      Meyakinkan bahwa kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Lingkup fungsi pengawasan, antara lain :
a.       Pengawasan terhadap pelaksanaan perda.
b.      Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan lainnya.
c.       Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan kepala daerah.
d.      Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD.
e.       Pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah.
DPRD memiliki kebebasan dalam menentukan cara melaksanakan fungsi pengawasan asalkan saja tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Ada beberapa cara yang selama ini sering digunakan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan, antara lain :
a.       Mendalami pelaksanaan pengelolaan keuangan lewat pembahasan usulan anggaran untuk APBD.
b.      Mendalami realisasi anggaran tahun sebelumnya dan laporan keuangan triwulan, satu semester atau pada Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah.
c.       Membuat peringatan, pertanyaan, usulan perbaikan atas kebijakan pemerintah daerah lewat sambutan pandangan umum atau pandangan akhir dari fraksi-fraksi DPRD atau peringatan langsung ketika mengadakan kunjungan kerja atas pelaksanaan proyek-proyek pembangunan dan kegiatan pelayanan publik.
Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD selama ini dirasakan oleh masyarakat belum dapat berjalan secara maksimal. Beberapa kelemahan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD, antara lain :
a.       Belum maksimalnya penyusunan rencana kerja DPRD dalam setahun kerja.
b.      Bentuk pengawasan lebih banyak bersifat reaktif dan sporadik.
c.       Masih jarang DPRD menyediakan atau memanfaatkan ruang laporan terbuka (seperti Kotak Pos) sebagai wadah laporan masyarakat.
d.      Belum adanya metodologi pengawasan yang berkenaan dengan masalah metode pengawasan pembagian dari satuan anggota komisi, jangka waktu pengawasan, cara pencarian data yang maksimal.
e.       Kurang proaktif dalam memfasilitasi aspirasi masyarakat terkait usulan kegiatan pembangunan termasuk di daerah pemilihannya.
f.       DPRD cenderung hanya berperan secara normatif dan tidak bisa melakukan pengawasan secara detail karena kepala daerah menyerahkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk diperiksa dan diamati. DPRD tinggal menerima hasil akhir untuk menandatangani persetujuan.
Selain kelemahan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD, terdapat pula beberapa faktor penghambat bagi DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan, antara lain :
   (1)            Tidak adanya peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang tata cara yang dapat dilakukan oleh DPRD didalam melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk mengawasi penggunaan keuangan daerah.
   (2)            Belum adanya peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terkait dengan fungsi pengawasan DPRD.
   (3)            Kurang pahamnya anggota DPRD atas kondisi riil yang terjadi di masyarakat sehingga kebijakan yang diputuskan dan dijalankan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
   (4)            Tidak adanya peraturan yang menguatkan posisi DPRD untuk menjalankan tugas dan wewenangnya untuk bisa berperan dalam pengawasan secara optimal.

2.2 Fungsi Pengawasan Oleh DPRD
Pengawasan (oleh DPRD) adalah istilah yang sering diucapkan oleh banyak orang. Pengawasan adalah sub fungsi penting dalam pengelolaan pemerintah daerah yang baik. Sebagaimana halnya dalam manajemen umum, pengeloalaan pemerintah setidaknya mempunyai 4 fungsi dasar, yakni: perencanaan, pegorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian.
Dengan kata lain, perencanaan yang cermat, karakter kepemimpinan yang handal dan struktur organisasi yang rapi, tidak cukup menjamin pengelolaan pemerintah di daerah akan berlangsung efektif dan mencapai tujuan sesuai dengan rencana yag telah ditetapkan. Fungsi pengawasan dalam pemerintahan sangat diperlukan. Fungsi pengawasan yang baik akan menjamin proses pencapaian tujuan dari keseluruhan dan bagian-bagian dari rencana yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya, pengawasan adalah sub fungsi pengendalian terhadap pemerintah daerah. Pemerintah daerah membutuhkan sebuah fungsi pengawasan yang mampu memberi ”tanda bahaya” jika terjadi penyimpangan.
fungsi pengawasan DPRD bukan saja merupakan sebuah proses untuk memantau kegiatan yang dilakukan oleh eksekutif agar berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Ia juga merupakan sebuah proses untuk melakukan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang telah dan mungkin terjadi. Pengawasan yang baik selalu merupakan langkah pencegahan yang efektif terhadap penyimpangan dalam proses penyelenggaraan pemerintah.
Fungsi pengawasan DPRD pada dasarnya adalah sebuah proses yang berkelanjutan, sistematis dan mengacu pada tahapan-tahapan yang relatif baku. Dalam konteks lembaga politik yang lebih bersifat strategis dan bukan administratif. Hal ini membedakan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD dengan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah lainnya. Fungsi pengawasan DPRD lebih bersifat politis strategis menyangkut pencapaian tujuan pemerintahan dan pembangunan daerah secara umum.
Seperti halnya fungsi pengawasan pada umumnya, fungsi pengawasan DPRD berdasar pada rencana yang dilengkapi dengan standar utuk menentukan sebuah kegiatan pemerintah daerah dikatakah ”berhasil”, ”gagal” atau ”menyimpang” dalam pelaksanaan rencana tersebut.
Fungsi pengawasan oleh DPRD biasanya dilakukan dengan dua cara, yakni formal dan informal. Fungsi pengawasan formal dilakukan melalui mekanisme dan jalur-jalur resmi. Fungsi ini dilakukan melalui rapat koordinasi atau rapat evaluasi.
Sedangkan cara informal dilakukan melalui jalur-jalur yang tidak resmi misalnya dialog dengan masyarakat, kunjungan ke lapangan dan interaksi langsung dengan masyarakat terutama pada masa-masa reses.
Dalam suatu pengawasan tentunya terdapat suatu pengawasan internal. Dalam lingkup pemerintah daerah, pengawasan internal secara keseluruhan merupakan tanggung jawab kepala daerah. Cakupan pengawasan yang menjadi kewenangan Kabupaten/kota diatur dengan Perda. Pengawasan tersebut dilakukan oleh suatu badan pemerintah yang dikenal dengan Badan Pengawas Daerah. Badan Pengawasan Daerah ini dalam melakukan pengawasan mempunyai hak sampai dengan tingkat penyidikan sedangkan DPRD dalam melakukan pengawasan tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan. Jika dalam pengawasan oleh DPRD ditemukan penyimpangan, maka DPRD hanya bisa melaporkan penyimpangan tersebut kepada pihak yang berwenang.
Jika Bawasda merupakan lembaga pengawas internal, maka DPRD merupakan lembaga pengawas eksternal yang dalam pelaksanaanya sebatas pemantauan saja. Akan tetapi walaupun DPRD tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk memberikan sanksi kepada eksekutif, setidaknya DPRD memiliki kekuasaan yang cukup kuat untuk meminta keterangan dangan pihak-pihak yang sekiranya dapat memberikan masukan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan.

2.3 Optimalisasi Fungsi Pengawasan Oleh DPRD
DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan, diharapkan benar-benar dapat memastikan bahwa pemerintah daerah berpihak pada kepentingan publik, dan harus mampu mewujudkan tujuan dan kepentingan bersama yang sudah disepakati dalam proses legislasi dan penganggaran. Aspirasi masyarakat pada hakekatnya secara melembaga sudah terwakili melalui wakil-wakilnya di DPRD, khususnya dalam bidang pengawasan.
Namun demikian, fungsi pengawasan yang dijalankan oleh DPRD belum/tidak dirasakan masyarakat sehingga timbul anggapan pengawasan kurang efektif dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Fungsi pengawasan DPRD dinilai sebagian besar masyarakat belum optimal. Sesungguhnya pengawasan yang dilakukan oleh DPRD merupakan sistem pengawasan politis yang lebih bersifat strategis dan bukan pengawasan teknis administrasi (Anonim dalam Koran Kaltim, 2009; dan Sumenep News, 2010).
Anggota DPRD yang sekaligus menjadi anggota partai politik tertentu semestinya dapat menjadi bagian dari sistem yang mengkritisi kinerja eksekutif. Akan tetapi, tidak semua anggota DPRD memiliki sikap yang kritis terhadap Pemerintah Daerah. Kondisi ini bukan hanya meliputi anggota dewan yang berasal dari partai yang berkuasa, tetapi juga anggota DPRD di luar partai yang berkuasa seringkali berpihak pada partai yang berkuasa (Munir, D., 2010).
DPRD dinilai tidak profesional karena tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan secara optimal, sehingga penyerapan anggaran oleh eksekutif berjalan nyaris tanpa pengawasan yang berarti. Hal ini berakibat pada pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah daerah yang cenderung kurang maksimal, sehingga manfaat pembangunan kurang dirasakan oleh rakyat. Seringkali anggota DPRD tidak melakukan inspeksi untuk meninjau proyek yang dikerjakan oleh eksekutif. Walaupun banyak pengaduan masyarakat tentang ketidakberesan pelaksanaan pembangunan.
Sebenarnya DPRD adalah lembaga politik. Sifatnya sebagai lembaga politik tercermin dalam fungsinya untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Prasyarat pokok untuk menjadi anggota DPRD adalah kepercayaan (legitimasi) rakyat, bukan prasyarat keahlian yang lebih bersifat teknis.
Faktanya, para anggota DPRD berasal dari berbagai latar berlakang yang sangat beragam. Sistem Pemilihan Umum Indonesia yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil) memang membuka peluang bagi semua komponen dalam masyarakat untuk memilih dan dipilih sebagai wakil rakyat (anggota DPRD). Keberagaman yang ada dalam keanggotaan DPRD semestinya dijadikan sebagai kekuatan dalam menjalankan tugas dan fungsi DPRD. Para anggota DPRD seyogyanya melakukan introspeksi dan menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan atau kelemahan, sehingga kekurangan dan kelemahan tersebut dapat dicarikan solusi guna memperbaiki dan menguatkan pelaksanaan fungsi yang melakat pada lembaga DPRD.
DPRD di masa mendatang tidak boleh lagi menutupi kelemahannya dengan berlindung di balik ketidakseragaman latar belakang anggotanya. Semua anggota DPRD seyogyanya berupaya untuk meningkatkan perannya sebagai wakil rakyat yang secara aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan di daerah masing-masing dengan sebaik-baiknya. Instrumen yang dapat digunakan untuk itu adalah segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana anggaran yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
Setiap anggota DPRD semestinya menyadari dan melaksanakan fungsi-fungsi yang melekat pada dirinya sebagai anggota DPRD (fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan) secara optimal. DPRD dalam melaksanakan fungsi tersebut perlu menghimpun dukungan informasi seluas-luasnya dari masyarakat. Artinya, DPRD membuka peran serta atau partisipasi aktif masyarakat untuk turut melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah termasuk dalam mengawasi sepak terjang DPRD itu sendiri.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh DPRD untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahannya. DPRD dimungkinkan untuk menggunakan tenaga ahli atau pakar di bidangnya yang berasal dari luar anggota DPRD. Para ahli atau pakar dapat direkrut oleh DPRD menjadi staf ahli atau dalam bentuk mitra bestari.
Para anggota DPRD juga harus rajin mengumpulkan informasi dari masyarakat. Informasi dari masyarakat dapat dikumpulkan dengan berbagai cara, seperti penjaringan informasi melalui kotak pos, layanan pengaduan melalui telepon/handphone, penjaringan informasi melalui media elektronik seperti internet (website, facebook, e-mail dan sebagainya), melaui media massa, dan penjaringan informasi langsung ke sumbernya melalui kunjungan secara berkala dan inspeksi mendadak ke masyarakat.
Semua informasi yang dibutuhkan oleh DPRD tersedia dalam masyarakat, tergantung bagaimana DPRD dapat menggali informasi yang mereka dibutuhkan. DPRD semestinya menjalin hubungan baik dengan semua komponen masyarakat di berbagai level dan bidang seperti LSM, tokoh agama, tokoh pemuda, mahasiswa, pengusaha, organisasi profesi, budayawan, seniman, tokoh pendidikan, forum Kepala Desa, organisasi kerukunan tani dan nelayan, majelis ta’lim dan sebagainya.
Hal ini penting dilakukan mengingat intensitas DPRD dalam menjalin komunikasi dengan pihak masyarakat relatif terbatas. Selama ini terkesan bahwa DPRD kurang dekat dengan warga masyarakat yang diwakilinya. DPRD cenderung sibuk dengan kepentingan dan urusannya sendiri, sehingga kepentingan masyarakat yang diwakilinya cenderung terabaikan. Kondisi ini memunculkan kesan dalam masyarakat, seolah-olah para anggota DPRD hanya membutuhkan rakyat atau mau dekat dengan rakyat pada saat pemilihan umum saja, setelah terpilih dan dilantik menjadi anggota DPRD rakyat ditinggalkan.
Langkah mendasar untuk menguatkan fungsi pengawasan (Malik, M., 2008) dapat dilakukan sebagai berikut :
   (1)            Merumuskan batasan tentang lingkup kerja dan prioritas pengawasan;
   (2)            Merumuskan standar akuntabilitas yang baku dalam pengawasan yang dapat diterima oleh lembaga yang menjadi sasaran dan mitra pengawasannya. Standar akuntabilitas yang baku harus dimiliki dan dipahami oleh DPRD, agar dapat menghindarkan diri dari politisasi fungsi pengawasan dan terhindar dari dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya;
   (3)            Merumuskan standar atau ukuran yang jelas untuk menentukan sebuah kebijakan publik dikatakan berhasil, gagal atau menyimpang dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah ditetapkan;
   (4)            Merumuskan rekomendasi serta tindak lanjut dari hasil pengawasan, baik itu pada tingkat kebijakan, proyek, atau kasus-kasus tertentu. Semua itu harus dirumuskan dalam Tata Tertib DPRD, sehingga alat kelengkapan dewan yang akan melakukan fungsi pengawasan memiliki satu pemahaman yang sama meskipun berasal dari fraksi yang berbeda-beda.
Perlu diingat bahwa Kepala Daerah sebagai mitra kerja DPRD tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD, melainkan hanya sebatas menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD yang berupa progress report kinerja pemerintah daerah selama satu tahun anggaran. Berarti bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPRD tidak lagi dalam kapasitas untuk menerima atau menolak pertanggungjawaban Kepala Daerah.
Pemerintah dan DPRD bukanlah berada pada posisi yang saling berhadapan, oleh karena itu memposisikan Pemerintah Daerah dan DPRD pada dua kutub yang berlawanan: antara utara - selatan atau timur - barat adalah sebuah tindakan yang tidak tepat dalam kontek otonomi daerah, karena kedua lembaga publik ini merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah.












BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi utama yang melekat pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) selain fungsi legislasi dan anggaran. Seyogyanya aspirasi masyarakat dalam bidang pengawasan, secara melembaga sudah terwakili melalui wakil-wakilnya yang duduk di DPRD. Fungsi pengawasan ini diharapkan bisa berjalan efektif sesuai harapan masyarakat, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan DPRD bertujuan untuk menjamin agar pemerintah daerah menjalankan programnya sesuai dengan rencana dan ketentuan perundangan yang berlaku.
Fungsi pengawasan DPRD sesungguhnya merupakan sistem pengawasan politis yang lebih bersifat strategis dan bukan pengawasan teknis administrasi. Pengawasan politis sangat terkait dengan kepentingan masyarakat yang ditujukan untuk memastikan bahwa pemerintah daerah berpihak pada kepentingan masyaraka Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD sampai saat ini dinilai masih belum optimal dalam mengawasi jalannya pemerintahan di daerah. Fungsi pengawasan yang dijalankan DPRD belum/tidak dirasakan masyarakat sehingga timbul anggapan bahwa pengawasan DPRD kurang efektif dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Berbagai cara dapat dilakukan oleh para anggota DPRD dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan mengefektifkan penjaringan informasi dari masyarakat, antara lain : mengoptimalkan layanan pengaduan melalui penyediaan kotak pos, telepon/handphone, media elektronik, media massa dan penjaringan informasi langsung ke sumbernya melalui kunjungan secara berkala dan inspeksi mendadak ke masyarakat.
Hal-hal mendasar yang perlu dibenahi dalam upaya mengoptimalkan fungsi pengawasan DPRD antara lain;
1.      Merumuskan batasan lingkup kerja dan prioritas pengawasan;
2.      Merumuskan standar akuntabilitas yang baku dalam pengawasan;
3.      Merumuskan standar atau ukuran yang jelas untuk menentukan sebuah kebijakan publik dikatakan berhasil, gagal atau menyimpang dari RKPD yang telah ditetapkan; dan
4.      Merumuskan rekomendasi serta tindak lanjut dari hasil pengawasan.

3.2 Saran
Dalam pelaksanaan fungsinya, DPRD seyogyanya membentuk/membuat peraturan atau pedoman pokok yang dapat menguatkan posisi DPRD dalam menjalankan tugas dan wewenangnya agar bisa berperan dalam pengawasan secara optimal.
DPRD juga perlu untuk membuka/menyediakan wadah komunikasi yang setiap saat dapat diakses secara mudah, murah dan luas oleh masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan informasi kepada DPRD.
Mengingat DPRD terdiri dari individu-individu dengan beragam latar belakang. Untuk memperkuat kemampuan DPRD dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan, maka perlu dilakukan kegiatan orientasi bagi anggota dewan secara terarah dan berkesinambungan sampai mereka betul-betul dapat memahami tugas dan fungsinya.





DAFTAR PUSTAKA

A.    Buku
Isra, Saldi, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi. Cet. 2. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers
Sujamto, 1987, Aspek-Aspek Pengawasan Di Indonesia. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika

B.     Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. No. 22 Tahun 2003, LN No. 92 Tahun 2003
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah. No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4437

C.    Internet
Chatib Basri, “Indonesia lemah masalah pengawasan”. http://archive.org/details/ ChatibBasri-IndonesiaLemahMasalahPengawasanInfrastruktur. Diunduh 5 Oktober 2013


Muhi Ali Hanapiah. “Optimalisasi Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”. https://encrypted.google.com/url?q=http://muhammadyusufstia.blogspot.com/2011/10/koordinasi-dan-pengawasan.html&sa=U&ei=D2uIUv25E8uFr QeFq4DoCw&ved=0CDMQFjAG&usg=AFQjCNGh91UNx_fHR_QbyWF_JiY2KskHEQ . Diunduh 16 November 2013
Kartiwa H.A. “Implementasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Rangka Mewujudkan “good governance” https://sites.google.com/site/ karawangcocc/peran-dprd-dlm-desentralisasi/peran-dan-fungsi-dprd-dlm mewujudkan-good-gaverman. Diunduh 16 November 2013
Priyono Wahyu, “Optimalisasi Fungsi DPRD Dalam Pengawasan Pemerintah Daerah”. https://pekikdaerah.wordpress.com/artikel-makalah/optimalisasi-fungsi-dprd-dalam-pengawasan-pemerintah-daerah/ . Diunduh 16 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar